TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dinilai belum optimal karena audit kinerjanya sampai sekarang kurang dari satu persen. Padahal, audit kinerja seharusnya bisa menjadi menjadi solusi pemecahan persoalan.
"Hingga kini, audit keuangan yang paling dominan dilakukan BPK. Audit kinerja dan audit khusus belum terlihat," kata Zaeni Aboe Amin, salah satu calon anggota BPK, saat mengikuti uji kepatutan di Komisi Keuangan, Rabu, 29 Februari 2012.
Zaeni mengatakan audit kinerja merupakan solusi mengatasi rendahnya serapan anggaran. "Ada penyerapan anggaran yang baru mencapai 50 persen di triwulan keempat," kata peneliti senior Bank Indonesia ini.
Zaini menyebutkan lima faktor rendahnya penyerapan APBD, yakni peraturan yang sering berubah, lambatnya proses penyusunan hingga pengesahan anggaran, adanya perbedaan pedoman yang dipakai pemeriksa dan pelaksana APBD, dan ketidakpastian dana perimbangan dari pusat.
Efek yang ditimbulkan dari permasalahan tersebut memunculkan kesan penghabisan anggaran hanya pada saat mendekati akhir tahun. "BPK seharusnya bisa melakukan pendampingan agar tidak terulang," kata Zaini.
Berdasarkan data dari Lembaga Survei Indonesia Juni 2011, hanya terdapat 45,7 persen publik yang yakin BPK masih bisa dipercaya memperjuangkan kepentingan rakyat.
MUHAMAD RIZKI