TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan tetap melanjutkan upaya penyelamatan PT Djakarta Lloyd (Persero) meski sudah berada di jurang kepailitan. Deputi Bidang restrukturisasi dan Perencanaan Strategis Kementerian Negara BUMN, Achiran Pandu Djajanto, mengatakan penyelamatan sementara itu tetap dilakukan selama kasus kepailitan diproses lewat lembaga Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). "Upaya penyelamatan akan tetap dilakukan supaya perusahaan bisa membayar gaji karyawan," katanya saat dihubungi Tempo, Jumat 17 Februari 2012.
Pandu mengungkapkan tuntutan kreditur untuk memailitkan perusahaan pelat merah itu harus diikuti. Kendati demikian, sebelum diputuskan pailit, perusahaan perlu tetap hidup. Caranya, kata dia, dengan mensinergikan usaha Djakarta Lloyd dengan BUMN lain.
"Mereka sebenarnya sudah mendapat tugas mengangkut batu bara PLN dan logistik Pertamina," kata Pandu. Tugas mengangkut 1,5 juta ton batu bara PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dan logistik PT Pertamina (Persero), kata Pandu sudah diberikan sejak Januari 2012 lalu. Namun ketiadaan armada kapal membuat tugas ini belum terlaksana sampai hari ini. "Jika sudah mendapat sewa kapal mereka bisa langsung beroperasi. penugasannya sudah fiks," katanya.
Kemarin, Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan mengatakan bahwa harapan menyelamatkan Djakarta Lloyd sudah sangat tipis. Ia bahkan menyarankan agar perusahaan perkapalan itu menjual aset-aset yang ada untuk membayar pesangon pegawai. "Lebih baik kita membentuk perusahaan perkapalan baru," katanya usai rapat kerja dengan Komisi VI DPR.
Perusahaan perkapalan yang berdiri sejak 1950 ini memang sudah tak beroperasi sejak Februari 2011. Sebagian armada kapalnya rusak, sementara sisanya disita pengadilan.
Utang perseroan tercatat sebesar 3,6 triliun, terdiri atas utang SLA (subsidiary loan agreement) kepada pemerintah Rp 2,4 triliun, sisanya utang kepada lebih dari 200 kreditur dalam serta luar negeri. Selain itu kerugian operasional sejak 2006 mencapai Rp 1,7 triliun.
Menurut Dahlan, jika ditambah dengan utang yang tak tercatat jumlahnya bisa mencapai Rp 6 triliun. Selain itu penyelamatan perusahaan semakin sulit karena perusahaan ini memiliki masalah hukum.
Saat Tempo mengunjungi kantor pusat Djakarta Lloyd beberapa waktu silam, para pegawai menyatakan sudah 14 bulan tak digaji. Kantor sudah tak beroperasi dan sebagian pegawai hanya datang mengabsen agar bisa mendapat uang makan Rp 100 ribu setiap hari Jumat. Sebagian karyawan menuntut perusahaan menjual aset untuk membayar gaji mereka.
ANGGRITA DESYANI