TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah menargetkan pembangunan pabrik pengolahan rumput laut di tiga lokasi tahun depan. Direktur Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri Kementerian Perindustrian Dedi Mulyadi menyatakan pembangunan pabrik ini diharapkan dapat meningkatkan hilirisasi industri agro di Indonesia.
Tiga wilayah tempat pembangunan pabrik yaitu Palu di Sulawesi Tengah, Sumba di Nusa Tenggara Timur, dan Bau-Bau di Sulawesi Tenggara. Tapi pembangunan pabrik masih belum diputuskan apakah untuk refine carrageenan (RC) atau semi-refine carrageenan (SRC).
Nilai investasi pembangunan pabrik RC yang dibutuhkan sekitar Rp 50 miliar. Sedangkan pabrik SRC membutuhkan investasi sekitar Rp 20-30 miliar.
Namun pembangunan pabrik di Palu dipastikan mulai dilaksanakan pada semester pertama 2012. "Nilai investasi ini untuk sebuah industri pengolahan tidak terlalu besar dan amat menguntungkan karena diperkirakan modal kembali dalam dua tahun," kata dia.
Nantinya pabrik pengolahan rumput laut yang dibangun membutuhkan 9 ton bahan baku setiap harinya. Untuk saat ini, pemerintah dengan para investor masih mengkaji jenis pabrik pengolahan rumput laut yang akan dibangun.
Industri olahan ini akan menggandeng pemerintah daerah setempat. Pemerintah daerah ini yang harus meyakinkan kepada investor bahwa ketersediaan bahan baku rumput laut bisa terus dipasok secara berkelanjutan.
"Selama ini, industri dalam negeri sering kesulitan bahan baku. Karena itu, kita sering impor barang olahan dan sekarang pemerintah coba perbanyak pabrik olahan di dalam negeri," katanya. Pembangunan pabrik memerlukan waktu 6 bulan dan masa uji coba selama 3 bulan.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Rumput Laut Indonesia Safari Azis meminta pemerintah tidak gegabah mendorong pendirian pabrik pengolahan rumput laut yang tidak ekonomis dan tidak layak untuk mengejar hilirisasi industri.
Alasannya, sering kali pemerintah membangun pabrik dadakan yang cenderung hanya mengejar proyek. "Lalu seringnya pabrik-pabrik itu tidak beroperasi lagi," kata dia.
Meskipun begitu, pembangunan industri dalam negeri sebagai pasar alternatif ekspor memang dibutuhkan untuk mendorong kestabilan harga rumput laut. Dia menyarankan kepada pemerintah untuk membenahi iklim usaha industri rumput laut melalui kombinasi penerbitan standar, pemberlakuan bea masuk pada rumput laut olahan, dan meningkatkan daya saing melalui kerja sama teknologi.
Sayangnya, harga rumput laut sedang mengalami penurunan. Dari rata-rata Rp 9.000 per kilogram menjadi Rp 6.000 per kilogram akibat penundaan pembelian dari importir untuk mengantisipasi perlambatan ekonomi Eropa dan Amerika Serikat.
ROSALINA