TEMPO.CO, Jakarta - Tiga partai politik besar Partai Golkar, PDI Perjuangan, dan Partai Keadilan Sejahtera sepakat tidak mengusulkan kenaikan harga bahan bakar minyak jenis premium. Adapun Partai Demokrat tidak berkeberatan harga premium dinaikkan Rp 500 hingga Rp 1.000.
“Silakan saja, rakyat bisa menerima,” kata anggota Komisi Keuangan dari Partai Demokrat Achsanul Qosasi, Senin 19 Desember 2011.
Anggota Dewan dari PDI Perjuangan Dolfie O.F. Palit mengatakan partainya belum membuka pilihan untuk menaikkan harga BBM. “Kebijakan masih pada penghematan,” katanya. Namun PDIP, kata Dolfie, melihat perkembangan harga minyak dunia untuk memutuskan apakah perlu ada perubahan pada harga BBM hingga pembahasan APBN-P 2012.
Anggota dari Partai Golkar Harry Azhar Azis menilai partainya tetap tidak mengubah keputusan, yaitu mengusulkan adanya penghematan konsumsi BBM bersubsidi. “Kita lihat penghematan itu untuk dialokasikan belanja ke mana,” katanya.
Anggota Partai Keadilan Sejahtera Kemal Azis Stamboel mengatakan partainya belum mengusulkan kenaikan harga bbm jenis premium. “Belum ada itu,” katanya. Kemal menilai partainya taat kepada pembahasan APBN 2012 yang memutuskan penghematan BBM bersubsidi tahun depan.
Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan pemerintah belum mengkaji kenaikan harga premium. Kenaikan, menurut dia, baru diusulkan untuk kenaikan tarif dasar listrik dengan rata-rata kenaikan 10 persen. Kenaikan ini akan dibahas dengan Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat sebelum 31 Januari 2011. “Kami bekerja atas dasar perencanaan 37,5 juta kiloliter,” katanya di Jakarta hari ini.
Menurut Agus, penghematan BBM diputuskan dengan menerbitkan pembatasan konsumen BBM jenis premium mulai 1 April tahun depan. Seluruh kendaraan roda empat di Jawa dan Bali dilarang mengkonsumsi premium. “Skemanya akan dijelaskan lebih rinci oleh menteri ESDM, BPH Migas, dan Pertamina,” katanya.
Subsidi BBM membengkak Rp 38,3 triliun menjadi Rp 168 triliun dan subsidi listrik membengkak Rp 25,4 triliun menjadi Rp 91 triliun. Kenaikan subsidi, menurut Agus, lantaran kenaikan harga ICP yang mencapai US$ 110-111 per barel lebih tinggi ketimbang harga yang ditetapkan dalam APBNP 2011 sebesar US$ 95 per barel. Subsidi akan terus membengkak lantaran pemerintah telah memprediksi konsumsi BBM mencapai 41,9 juta kiloliter lebih tinggi dari kuota 40,4 juta kiloliter.
AKBAR TRI KURNIAWAN