TEMPO Interaktif, Jakarta -Direktorat Jenderal Pajak akan menerapkan pajak berganda (tax treaty) terhadap utang luar negeri jangka pangang sebesar 5 persen. Saat ini tim dari pemerintah terus melakukan lobby terhadap berbagai negara pemberi utang seperti Belanda dan negara lainnya. "Perjanjiannya masih terus dilakukan dengan beberapa negara," ujar Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany di kantor Kementrian Keuangan, Senin, 12 Desember 2011.
Dengan negara kincir angin, perjanjian sudah dirampungkan tinggal melakukan ratifikasi salah satunya adalah tarif terhadap bunga pinjaman."Dulu dengan Belanda 0 persen, sekarang kami dinaikan," katanya seraya mengatakan renegosiasi pajak berganda tidak hanya dilakukan pada sektor minyak dan gas.
Fuad mengatakan pengenaan pajak ini juga diterapkan pada para pihak yang tidak tercatat sebagai pemilik saham perusahaan tapi mendapatkan manfaat pendapatan dari perusahaan tersebut melalui kepemilikan saham yang diatasnamakan pihak lain yang biasa disebut sebagai nominee atau pemilik terdaftar."Direktorat Pajak juga mendukung upaya renogesiasi Kontrak Kerja Sama (KKS)," ujarnya.
Namun, menurut Fuad untuk renogosiasi KKKS, sepenuhnya diserahkan pada Kementrian Energi Sumber Daya Mineral dan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi."Kami senang itu dilakukan renegosiasi. Jika harus berikan masukan yang mana yang harus di renegosiasi kami akan memberikan," ujarnya. Renegosiasi KKS antara pemerintah RI dengan perusahaan minyak dan gas lebih mudah dilakukan dibandingkan tax threaty.
ALWAN RIDHA RAMDANI