TEMPO Interaktif, Batam - Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian, Euis Saedah, mengatakan konsumen batik dalam negeri tahun 2010 mencapai 72,86 juta orang.
Peningkatan terutama terjadi setelah UNESCO menetapkan batik sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober 2009.
Saat menghadiri seminar tentang batik di Batam, Sabtu, 3 Desember 2011, Saedah menjelaskan selain peningkatan konsumen dalam negeri, ekspor batik tahun 2010 mencapai US$ 69 juta
Meningkatnya pengguna batik, kata Saedah, bukan tanpa tantangan karena kebanyakan masyarakat belum bisa membedakan batik asli hasil kerja tangan para pembatik dan batik printing produksi pabrik.
Batik printing kerap dijual dengan harga yang mahal yang bisa merugikan para pembatik asli. Padahal yang disebut batik adalah karena proses pembuatannya bernilai seni, juga merupakan warisan budaya. ”Harganya mahal karena menjadi warisan budaya. Zaman dahulu para pembatik di kerajaan ketika akan menentukan motif batik harus semedi,” kata Saedah di hadapan para peserta seminar.
Menurut Saedah, batik sebagai warisan budaya dapat ditinjau dari dua sudut pandang, yakni batik sebagai ekspresi budaya dan batik sebagai teknik kriya. Batik sebagai industri merupakan bagian dari sektor kerajinan yang merupakan industri kreatif berbasis budaya dan dapat dikelompokkan menjadi fine traditional craft, artisanal craft, commercial craft, dan manufactured crfat atau mass production craft.
Saedah mengatakan pihaknya tidak bermaksud melarang produksi batik oleh pabrik. Namun harus ada pembedaan ciri antara batik karya tangan para pembantik dan batik pabrik. Sebab sangat berbeda antara kain biasa bermotif batik dengan batik yang dihasilkan para pembatik. Itu sebabnya dia meminta Kementerian Perdagangan mengharuskan pabrik batik printing mencantumkan tulisan khusus, TPP Motif Batik, pada setiap meter kain bermotif batik yang diproduksinya.
Saedah juga memaparkan jumlah usaha mikro dan kecil batik sebanyak 55.573 perusahaan, usaha menengah 321 perusahaan, dan usaha besar 18 perusahaan. Jumlah tenaga kerja yang diserap sekitar 916.723 orang.
Kepala Bidang Pengembangan Jasa Teknis, Balai Besar Kerajinan dan Batik Kementerian Perindustrian, Handoyo, mengatakan pihaknya akan terus mengembangkan pengenalan batik ke suluruh pelosok Tanah Air. Sebab batik di setiap daerah memiliki ciri khas tersendiri.
Setiap tahun, kata Handoyo, diselenggarakan 100 kali pelatihan kepada para pembatik daerah. Pelatihan dilakukan untuk kian memperkuat ruh batik. Peseta pelatihan harus bisa mengimplementasikannya dengan menghasilkan karya batik serta mengusahakan pemasarannya. "Tidak ada gunanya pelatihan kalau tidak bisa membuat batik,” ujar Handoyo.
Kepala Dinas Perdagangan dan Industri Kota Batam, Ahmad Hijazi, berharap seminar batik di Batam merupakan stimulus bagi perajin di Batam khususnya dan Provinsi Kepulauan Riau umumnya. Selama ini Batam hanya dijadikan tempat usaha industri kecil menengah (IKM) menggelar dagangan batik dari daerah lain. Itu sebabnya rumah industri di Batam segera terwujud.
RUMBADI DALLE