TEMPO Interaktif, Jakarta - PT Merpati Nusantara Airlines mengaku menyambut positif keinginan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan yang ingin perusahaan tidak lagi disokong melalui suntikan penyertaan modal negara (PMN). "Saya menyambut positif pernyataan Menteri BUMN, asalkan kami mendapat dukungan banyak pihak," kata Direktur Utama Merpati, Sardjono Jhony Tjitrokusumo, Rabu, 26 Oktober 2011 saat dihubungi.
Menurutnya, salah satu dukungan yang diharapkan adalah dengan pemberian keleluasaan kepada perusahaan untuk mengelola dana PMN sebesar Rp 561 miliar yang dianggarkan dalam APBN-P 2011. Seperti diketahui, sebelumnya pemerintah dan DPR telah menyepakati pengalokasian dana PMN sebesar Rp 561 miliar untuk Merpati.
Sesuai rencana bisnis perusahaan, dana tersebut akan digunakan untuk maintenance dan overhaul pesawat dan mesin sebesar Rp 320,4 miliar, kebutuhan operasional sebesar Rp 156 miliar, investasi Merpati Maintenance Facility (MMF) sebesar Rp 13,14 miliar, investasi sistem IT sebesar 20,67 miliar, dan dana penguatan operasional sebesar Rp 51,1 miliar.
Merpati juga merupakan salah satu BUMN yang akan diprioritaskan dikaji oleh PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) untuk kembali mendapatkan tambahan PMN pada 2012. Itu disepakati dalam rapat dengan Panja Restrukturisasi dan PMN Komisi VI DPR tanggal 5 Oktober 2011.
"Jika memang tahun depan tidak ada lagi pengalokasian PMN, kami berharap diberi keleluasaan untuk mengelola PMN yang telah diberikan. Salah satunya jika nanti dalam perjalanannya ada asumsi-asumsi yang bergeser dari rencana bisnis yang telah disepakati, perusahaan boleh melakukan langkah-langkah strategis lainnya," kata Jhony.
Perusahaan sendiri juga berharap ada dukungan dalam penyelesaian utang Merpati. Menurut Jhony, pemberian PMN ataupun aksi korporasi dinilai tidak cukup untuk memperbaiki neraca keuangan yang sedang bermasalah saat ini. "Kami juga berharap pemegang saham mengusulkan agar saldo utang kami dikonversi menjadi ekuitas. Kalau ini dilakukan, maka ekuitas perusahaan akan menjadi positif," kata Jhony.
Seperti diketahui, saat ini Merpati memiliki ekuitas negatif sebesar Rp 2,2 triliun. Menurut Jhony, jika PMN telah dikucurkan, maka ekuitas negatif perusahaan akan berkurang menjadi Rp 1,6 triliun. Dengan konversi utang tersebut, diharapkan ekuitas negatif yang dimiliki perusahaan akan berkurang.
Terkait PMN yang telah dijanjikan sebesar Rp 561 miliar untuk tahun ini, Jhony mengatakan pihaknya belum menerima kucuran karena peraturan pemerintah terkait itu masih dalam proses perampungan. "Saat ini kami belum terima. Yang sudah kami peroleh saat ini adalah dana talangan dari Perusahaan Pengelola Aset sebesar Rp 24 miliar, dan itu langsung kami bayarkan untuk melunasi utang kepada Pertamina," lanjut Jhony.
Merpati sendiri juga menyatakan kesiapannya jika sewaktu-waktu memperoleh penugasan langsung dari pemerintah untuk melayani wilayah penerbangan perintis. Seperti diketahui, saat ini perusahaan harus melalui proses tender terlebih dahulu untuk memperoleh subsidi, guna pelayanan sejumlah rute yang dimandatkan pemerintah.
Berdasarkan data yang dirangkum, pada tahun ini pemerintah memberikan dana subsidi untuk rute perintis sekitar Rp 280 miliar hingga Rp 300 miliar untuk semua maskapai di Indonesia yang melayani rute perintis. Sementara Merpati mendapat bagian subsidi Rp 76 miliar yang ditujukan untuk pelayanan sejumlah rute Papua.
"Sementara tender untuk tahun depan rencananya akan dilakukan November ini. Mungkin dalam sebulan prosesnya akan selesai," lanjut Jhony.
Menurut Deputi Bidang Usaha Infrastruktur dan Logistik Kementerian BUMN Sumaryanto Widayatin, suntikan modal kepada Merpati tahun ini diharapkan bisa membantu penyehatan perusahaan secara menyeluruh. Itu juga mengingat tugas penerbangan Merpati di wilayah-wilayah perintis yang sedang berjalan.
Sumaryanto juga berharap tender yang dilakukan untuk penerbangan perintis berlaku untuk jangka waktu yang lebih lama. "Selama ini kan tender dilakukan setahun sekali. Namun, kalau memperoleh tender, tapi tidak ada keberlanjutan, maka tidak ada kepastian bagi perusahaan. Kalau subsidi mau ditender, sebaiknya dalam jangka panjang, mungkin dalam lima tahun," lanjut Sumaryanto.
EVANA DEWI