TEMPO Interaktif, Jakarta - Kalangan pengusaha muda mendesak perbankan segera menurunkan bunga kredit setelah Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan (BI rate) dari 6,75 persen menjadi 6,5 persen. "Kami sangat mendukung langkah BI menurunkan BI rate. Kini tinggal rekan-rekan di perbankan yang harus ikut menurunkan suku bunga kreditnya," kata Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Erwin Aksa, melalui keterangan tertulisnya kepada Tempo, Senin, 11 Oktober 2011 malam.
Erwin mengatakan, perbankan masih punya banyak ruang untuk menurunkan bunga kredit sekarang. Pasalnya, biaya dana (cost of fund) perbankan hanya sekitar enam persen. Sementara beban bunga kredit bagi pengusaha masih berkisar antara 15-20 persen. "Idealnya bunga kredit ke pengusaha bisa ditekan hingga 10-12 persen," kata dia.
Apalagi, kata dia, bank-bank besar memiliki sumber pendapatan non bunga melalui fee based income. Hingga Juli, pendapatan non operasional perbankan nasional mencapai Rp 89,9 triliun. Nilai itu meningkat 50,5 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Artinya, kini perbankan sudah tak lagi bergantung pada bunga kredit sehingga penurunan bunga kredit menjadi wajar.
Berdasarkan data HIPMI dari Bank Indonesia, hingga Juli 2011 lalu, jumlah dana pihak ketiga perbankan mencapai Rp 2.464 triliun. Nilai tersebut jauh lebih besar dibandingkan kredit tersalurkan yang hanya sekitar Rp 1.997 triliun. Jadi, sekitar Rp 623 triliun kredit belum ditarik debitur.
Sebelumnya, bank sentral memutuskan menurunkan suku bunga acuan dari 6,75 persen menjadi 6,5 persen. Menurut Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution, saat perlambatan ekonomi eksternal seperti sekarang, pertumbuhan ekonomi perlu dijaga. Tahun ini, pertumbuhan ekonomi diprediksi masih mencapai 6,7 persen. Perlambatan mulai terasa tahun depan dimana pertumbuhan ekonomi diperkirakan hanya 6,5 persen.
Dengan kondisi makro ekonomi yang kokoh seperti sekarang, perbankan perlu lebih berani memberikan kredit kepada sektor usaha. Pasar dalam negeri dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 240 juta cukup kuat menopang pertumbuhan ekonomi. "Perbankan jangan hanya agresif membiayai kredit konsumenr. Kalau sektor usahanya tidak berjalan, kredit konsumer akan berpotensi macet juga," kata Erwin.
EKA UTAMI APRILIA