TEMPO Interaktif, Yogyakarta - Ekspor mebel dan kerajinan kayu di Daerah Istimewa Yogyakarta terimbas krisis ekonomi yang melanda Eropa dan Amerika Serikat (AS). Nilai penjualan kedua kawasan itu pun turun 40 persen. "Kami berupaya bangkit dengan membidik pasar di negara lain, selain juga menggarap pasar domestik," kata Yuli Sugiyanto, Ketua Asosiasi Pengusaha Mebel Indonesia (Asmindo) Yogyakarta, Selasa 11 Oktober 2011.
Lesunya pasar terlihat dari melorotnya nilai order tiap perajin. Yuli mencontohkan, satu perajin bisa mengalami penurunan omzet 35 hingga 40 persen dari nilai ekspor tahunan mereka yang rata-rata mencapai US$ 5 ribu. Padahal AS dan Eropa merupakan pasar terbesar dari eksportir mebel Yogyakarta.
Negara-negara Eropa yang menjadi tujuan ekspor di antaranya Prancis, Belgia, Spanyol, Italia, Jerman, Portugal, dan Norwegia. Sedangkan di AS hampir semua negara bagian menjadi konsumen mereka.
Ke depan, para pengusaha akan mengalihkan ekspor ke Uni Emirat Arab, India, serta negara-negara di benua Afrika. Selain itu para pengusaha juga membidik pasar domestik melalui kerajinan lemari, meja, kursi, dan bufet.
Kepala Bidang Perdagangan Luar Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Daerah Istimewa Yogyakarta, Riyadi, mencatat ekspor mebel tahun lalu turun dibanding 2009. Pada 2009 nilai ekspor mebel mencapai US$ 18,67 juta sedangkan 2010 hanya sebesar US$ 18,19 juta. Tahun ini nilai ekspor hingga April baru mencapai US$ 4,87 juta.
M. SYAIFULLAH