TEMPO Interaktif, Jakarta - Pemerintah bakal mengurangi ketergantungan impor susu menjadi 50 persen dari total konsumsi nasional saat ini. Direktur Pengembangan Usaha dan Investasi Kementerian Pertanian Jamil Musanif mengatakan, target itu akan diusahakan tercapai pada 2014 nanti
Nilai impor susu Indonesia saat ini terbilang tinggi. Dari total kebutuhan konsumsi susu per tahun yang mencapai 2,7 juta liter, sekitar 75 persen di antaranya masih dipenuhi dari impor. Sedangkan produksi dalam negeri baru mampu memenuhi 25 persen kebutuhan susu nasional.
Sejumlah langkah dilakukan Kementerian Pertanian untuk mencapai target tersebut, "Kami lakukan dengan cara memberikan insentif, bantuan bibit sapi, serta bantuan pengembangan industri primer," kata Jamil, Rabu 28 September 2011.
Apalagi pemerintah menargetkan pertumbuhan konsumsi susu masyarakat Indonesia tumbuh menjadi 13 liter per kapita per tahun pada 2014. Sekarang tingkat konsumsi susu masyarakat Indonesia baru mencapai 11,9 liter per kapita per tahun. Jauh lebih rendah dibanding India yang telah mencapai 42,8 liter per kapita per tahun. Bahkan, Indonesia juga masih kalah dibanding negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand yang telah mencapai 22,1 liter per kapita per tahun dan 31,7 liter perkapita pertahun.
Setiap tahun melalui program pengembangan kelompok tani (Gapoktan), Kementerian Pertanian memberikan bantuan pada 10 kelompok peternak sapi berupa peralatan pengolahan susu dengan nilai masing-masing berkisar antara Rp 500 juta hingga Rp 1 miliar.
Selain itu, lanjutnya, pemerintah juga telah meminta kalangan industri untuk terus memaksimalkan serapan produksi susu lokal. Salah satunya dengan mendorong industri untuk meningkatkan produksi produk susu olahan segar dibanding olahan bubuk. Saat ini produksi susu olahan segar cair, baik itu dalam bentuk UHT (ultra high temperatur) maupun susu pasteurisasi masih sedikit diproduksi. Kalangan industri pengolahan susu dalam negeri masih lebih suka memproduksi susu bubuk yang bahan bakunya lebih banyak dipasok dari impor. "Bahan baku susu bubuk olahan lebih banyak dari susu impor karena memang impor susu kita berupa susu bubuk, bukan susu cair," katanya.
Elvira P. Wongsosudiro, Manajer Komunikasi Tetra Park Indonesia, sebuah perusahaan pengemasan dan pemprosesan susu di Indonesia, mengakui bahwa upaya peningkatan konsumsi susu olahan segar cair tidak gampang. "Karena masyarakat kita sudah terbiasa lebih senang mengkonsumsi susu bubuk," katanya.
Direktur Southeast Asian Food and Agricultural Science and Tecnology (Seafast) Center Institut Pertanian Bogor (IPB) Purwiyanto Hariyadi mengatakan bahwa susu olahan cair memiliki kelebihan dibanding susu bubuk, yaitu masih belum banyaknya unsur susu yang berubah dibanding dengan susu olahan bubuk. "Memiliki kandungan vitamin, mineral, dan rasa, bahkan warna yang hampir sama dengan susu segar, namun aman dan bebas pengawet," katanya.
Menanggapi rencana pemerintah untuk menurunkan impor susu menjadi 50 persen dari total konsumsi nasional pada 2014, Purwiyanto menyarankan agar pemerintah tidak hanya terjebak dalam peningkatan kuantitas produksi susu semata. "Harus disertai peningkatan kualitas produksi karena saat ini kualitas mutu mikrobiologi susu lokal kita masih kurang baik yang disebabkan faktor kurang baiknya pengolahan di peternakan, mulai dari kebersihan kandang, penyimpanan dan pengolahannya. Pemerintah harus lebih meningkatkan pendampingan dan meningkatkan teknologinya."
AGUNG SEDAYU