TEMPO Interaktif, Jakarta - Pemerintah bakal memperpanjang nota kesepahaman pengadaan beras dengan Thailand dan Vietnam. "Kami sudah mengirim surat resmi untuk memperpanjang perjanjian pengadaan," kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Deddy Saleh, di Jakarta Kamis 8 September 2011.
Perpanjangan kontrak yang mendesak terutama adalah dengan Thailand karena akan selesai tahun ini. Adapun kesepakatan dengan Vietnam berakhir tahun depan. Volume pengadaan yang diminta tetap, yaitu masing-masing 1 juta ton. "Perjanjian kami minta diperpanjang selama dua tahun," ujar Deddy.
Selain itu, pemerintah mendalami rencana perjanjian perberasan dengan Pakistan dan India. Pemerintah sudah mengirim rancangan kesepakatan ke Pakistan. "Pekan depan, Wakil Menteri Perdagangan Pakistan datang ke Indonesia. Kami akan menanyakan kemungkinan kerja sama," kata dia.
Pemerintah bersama Bulog terus mengkaji kemungkinan impor dari dua negara tersebut dengan pertimbangan harganya yang lebih murah. Di pasar internasional, harga beras Pakistan dan India dinilai lebih murah 5 persen ketimbang beras negara lain.
Tahun ini Bulog menyepakati impor sebanyak 800 ribu ton. Dari jumlah itu, 500 ribu ton dari Vietnam dan sisanya dari Thailand. Realisasi impor baru sekitar 200 ribu dari Vietnam. Sedangkan beras dari Thailand baru bisa terealisasi bertahap mulai Oktober mendatang.
Menurut Kepala Bulog Sutarto Alimuso, beras impor dari Thailand dan Vietnam memiliki kualitas lebih baik dibanding produksi dalam negeri. "Kualitas beras impor itu medium plus dengan patahan 15 persen. Artinya, lebih baik dari beras medium di dalam negeri yang patahannya 20 persen," katanya.
Ihwal penjajakan impor beras dari negara ASEAN lain seperti Myanmar dan Kamboja, menurut Sutarto Alimuso, belum ada rencana. Sebab, Myanmar dan Kamboja dinilai belum memiliki pengalaman ekspor. "Tapi Myanmar dan Kamboja sudah surplus. Hanya belum ada pemikiran ke sana," ujar Sutarto.
EKA UTAMI APRILIA | ROSALINA