TEMPO Interaktif, Jakarta - Bekas Perdana Menteri Inggris Tony Blair bertemu dengan Wakil Presiden Boediono dalam kunjungannya ke Indonesia. Blair sempat mempertanyakan perkembangan proyek Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia.
Menurut Blair, pengusaha Inggris memiliki minat yang cukup tinggi untuk ikut berperan dalam proyek itu. "Beliau sempat mempertanyakan apa prioritas Indonesia dan apa yang harus dilakukan investor asing," kata Deputi Sekretariat Wakil Presiden bidang Politik dan Luar Negeri Dewi Fortuna Anwar usai pertemuan Boediono dan Tony Blair di Kantor Wakil Presiden, Selasa 23 Agustus 2011.
Blair mengenakan kemeja lengan panjang warna putih didampingi Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Mark Canning. Pertemuan berlangsung selama sekitar satu jam dan penuh kekeluargaan. Wakil Presiden Boediono didampingi Kepala Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan Kuntoro Mangkusubroto.
Saat ini Inggris memang sedang mencari ladang investor baru setelah terjadinya perlambatan ekonomi di negara maju. "Pembangunan di negara maju mengalami perlambatan," kata Dewi.
Boediono, kata Dewi, langsung menjelaskan proyek ini akan dijalankan sebagai pusat pertumbuhan, sehingga pemerintah tidak hanya membutuhkan financial capital, tapi juga intelectual capital. "Kita juga butuh transfer teknologi," kata Dewi mengutip pernyataan Boediono. Hal ini dengan memanfaatkan daya yang dimiliki, misalnya pariwisata, pertanian, tapi bisa membangun secara berkeseimbangan. Pengusaha Inggris meminati bidang minyak kelapa sawit (palm oil).
Mark pun mengeluhkan sejumlah aturan investasi di Indonesia yang masih banyak kekurangan. Hal itu menjadi salah satu catatan dari para pengusaha Inggris. Wapres pun sependapat dengan keluhan itu. "Wapres mengakuinya, pada zaman Orde Baru bisa dilakukan dengan paksa kehendak. Kalau sekarang harus ada pembahasan," katanya.
EKO ARI WIBOWO