TEMPO Interaktif, Jakarta - PT Sumatraco Langgeng Makmur terancam tak berproduksi gara-gara penyegelan garam impor oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan pada awal Agustus lalu. "Stok garam kami tinggal sekitar satu minggu lagi," kata Wakil Direktur Sumatraco Langgeng Makmur, Sanny Tan, di Jakarta, Rabu, 17 Agustus 2011.
Jika dalam jangka waktu tersebut tidak ada pasokan garam, Sumatraco terancam tak beroperasi. Sedangkan salah satu sentra penghasil garam di Jawa Barat masih mengalami kelangkaan garam. "Pusat garam di Indramayu saja tidak memiliki stok 11 ribu ton," ujar Sanny.
Sumatraco merupakan industri pemasok garam utama di Jawa Tengah dan sekitarnya yang berkapasitas 1.000 ton per hari. Jika Sumatraco berhenti beroperasi, pasokan garam, terutama untuk industri, dikhawatirkan terganggu. "Apalagi menjelang Lebaran, permintaan sedang naik," tutur Sanny.
Kementerian Kelautan menyegel 11.800 ton garam asal India milik Sumatraco yang tiba di Pelabuhan Ciwandan, Banten, awal Agustus lalu. Kementerian menilai garam impor senilai Rp 7 miliar itu tak memenuhi persyaratan karena izin impornya sudah kedaluwarsa.
Garam itu masuk ke Indonesia berbarengan dengan musim panen garam. Pemerintah melarang impor dalam waktu sebulan sebelum panen raya hingga dua bulan setelah panen raya. Masa panen raya ditetapkan pada Agustus. Dengan demikian, tidak boleh ada impor selama Juli-Oktober.
Ihwal garam impor India, Sanny membantah anggapan bahwa impor itu ilegal lantaran sesuai dengan aturan. Hanya, kapalnya datang telat beberapa hari. Kapal pengangkut berangkat dari India sesuai dengan jadwal, yaitu 18 Juli, dan direncanakan berlabuh pada 28 Juli. "Tapi terjadi gangguan cuaca sehingga kapal terlambat," ujarnya.
Direktur Kimia Dasar Kementerian Perindustrian Tony Tanduk mengatakan impor Sumatraco bukan ilegal, apalagi selundupan. "Semua izinnya ada. Persoalannya hanya karena masuk terlambat saat impor sudah ditutup," katanya. Tony menyarankan solusi penyegelan melalui jalur hukum.
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia Franky Sibarani mengusulkan pemerintah agar memberi importir kesempatan untuk reekspor. "Sehingga importir tidak terlalu dirugikan hanya karena kapal terlambat datang. Tak semestinya dimusnahkan," ujarnya.
Kementerian sebetulnya memiliki tiga opsi untuk menuntaskan kisruh garam impor, salah satunya reekspor. "Tapi perusahaannya bilang tidak bisa karena kualitasnya jelek. Hanya Timor Leste yang mau terima dengan harga rendah," kata Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil Sudirman Saad.
Kini tinggal dua opsi lagi. Pertama, pemusnahan garam impor tersebut dengan cara dibuang ke laut seluruhnya. Opsi kedua, garam impor tersebut akan dirampas dan dikuasai oleh negara yang pemanfaatannya kelak dirumuskan oleh Kementerian Keuangan.
"Yang jelas, kami tidak mengizinkan perusahaan itu mendapat perpanjangan izin supaya garam tidak masuk ke pasar," katanya. Sudirman enggan memprediksi waktu eksekusi pemilihan opsi. Namun selama garam impor disegel, biaya penyimpanan menjadi tanggung jawab pemilik.
AGUNG SEDAYU | ROSALINA