TEMPO Interaktif, Jakarta - Untuk pertama kalinya sejak 2005 pertumbuhan industri nonmigas selama kuartal kedua tahun ini lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi. Kondisi tersebut menggambarkan mulai bangkitnya industri dalam negeri.
Pada kuartal kedua lalu pertumbuhan industri nonmigas menembus 6,61 persen, lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi 6,49 persen. Angka itu juga lebih tinggi dibanding dengan pertumbuhan pada periode yang sama tahun lalu sebesar 5,12 persen.
Direktur Jenderal Pengembangan dan Perwilayahan Industri Kementerian Perindustrian Dedi Mulyadi yakin pertumbuhan pada kuartal ketiga lebih tinggi lagi. "Target kuartal ketiga berkisar 6,65-7,0 persen," katanya kepada Tempo, Sabtu, 6 Agustus 2011.
Sejak kuartal pertama tahun ini pertumbuhan industri terus menunjukkan perkembangan positif. Pertumbuhan kuartal pertama mencapai 5,78 persen, lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya mencapai 4,31 persen.
Melihat tren tersebut, Dedi optimistis target pertumbuhan industri pada akhir 2011 sebesar 6,1 persen akan terlampaui. "Dan mudah-mudahan (hingga akhir tahun nanti) dapat melebihi pertumbuhan ekonomi," ujarnya.
Pertumbuhan positif selama kuartal kedua terjadi hampir di seluruh cabang industri nonmigas. Pertumbuhan tertinggi dicapai industri logam dasar, besi, dan baja sebesar 15,48 persen, diikuti industri makanan, minum, dan tembakau 9,34 persen.
Adapun industri tekstil, barang kulit, dan alas kaki berkembang 8,03 persen. Sedangkan pertumbuhan terendah dicapai oleh industri barang kayu dan hasil hutan lainnya yang hanya sebesar 3,01 persen.
Meski industri barang kayu dan hasil hutan lainnya tumbuh paling rendah, menurut Dedi secara umum hasil tersebut cukup menggembirakan karena pertumbuhan sektor tersebut pada tahun-tahun sebelumnya selalu negatif.
Sementara itu, dari sisi regional pertumbuhan masih didominasi Pulau Jawa dan Sumatera. Pada kuartal kedua tahun ini pertumbuhan industri yang mencapai 6,61 persen dengan nilai produk domestik bruto mencapai Rp 144.750,6 miliar.
Sedangkan kelompok provinsi di Jawa memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar 57,7 persen, selanjutnya diikuti Sumatera 23,5 persen, Kalimantan 9,5 persen, Sulawesi 4,7 persen, Bali dan Nusa Tenggara 2,5 persen, serta Maluku dan Papua 2,1 persen.
Khusus di Jawa, provinsi yang memberikan sumbangan terbesar adalah DKI Jakarta dengan 16,2 persen. Disusul Jawa Timur 14,8 persen, Jawa Barat 14,3 persen, dan Jawa Tengah 8,4 persen.
Ke depan pemerintah akan lebih mendorong pembangunan industri ke luar Pulau Jawa. Bukan hanya untuk pemerataan pembangunan industri, tapi juga karena faktor pendukung industri di Pulau Jawa sudah mulai berkurang.
Ketua Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Ambar Tjahyono mengatakan pertumbuhan positif di sektor barang kayu dan hasil hutan lainnya menunjukkan adanya peluang pertumbuhan yang lebih baik industri tersebut ke depan.
Namun sejumlah tantangan masih perlu segera diselesaikan untuk lebih memacu pertumbuhan tersebut. "Bagaimana kita membuat strategi untuk mempercepat pertumbuhannya, menentukan arah pasar, dan sekaligus memperkecil hambatan," katanya.
Ambar berharap pertumbuhan positif itu bisa terus meningkat. Asosiasi menargetkan pertumbuhan hingga 10 persen akhir tahun ini. Saat ini Asmindo juga mulai berkonsentasi memperkuat penetrasi di pasar domestik selain tetap mempertahankan pasar ekspor.
Selama ini, karena terlalu fokus pada ekspor, pasar domestik mebel dalam negeri justru kebanjiran produk impor. Ia berharap bisa merebut kembali porsi pasar yang telanjur dikuasai impor, terutama Cina, yang telah menguasai sekitar 20-30 persen pasar dalam negeri.
AGUNG SEDAYU