TEMPO Interaktif, Jakarta - Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) menggandeng Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gajah Mada (Pustek UGM) untuk melakukan penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengendalian Produk Tembakau, beserta naskah akademiknya.
Ketua Dewan Pembina AMTI, Muhamin Moeftie, mengatakan naskah akademik hasil kerja-sama tersebut diharapkan bisa menjadi bahan pertimbangan penyusunan RUU Pengendalian Dampak Produk Tembakau Terhadap Kesehatan. Saat ini, Badan Legislatif DPR tengah merumuskan RUU itu yang sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional 2011.
"Kami sudah menyerahkan usulan RUU dan naskah akademik tentang tembakau itu pada 14 Juni kemarin. Kami minta Baleg DPR segera menyelesaikan perumusan RUU Pengendalian Produk Tembakau sehingga dapat dimasukkan dalam pembahasan sebelum tahun sidang DPR 2010-2011 berakhir," kata Moefti dalam konferensi persnya, di Jakarta, Rabu 22 Juni 2011.
Kepala Pustek UGM, San Afri Awang, menyatakan dalam merumuskan naskah RUU Tembakau ini, Pustek UGM melakukan konsultasi publik di Yogyakarta, Surabaya, dan Mataram. Pengendalian produk tembakau, kata dia, menjadi semakin sulit dan dilematis karena melibatkan berbagai kepentingan berbagai pihak. Di satu sisi terdapat pihak yang menginginkan pengendalian berlebihan terhadap industri tembakau karena dianggap membahayakan kesehatan.
"Tapi di sisi lain ada pihak yang menolak dengan argumentasi keberadaan industri tembakau merupakan gantungan hidup petani, bahkan perekonomian nasional," ujarnya.
Oleh karena itu, dia mengusulkan pemerintah mengalosikan 10 persen pendapatan dari cukai rokok untuk melakukan penelitian. Tujuannya untuk mencari alternatif industri lain yang bisa dihasilkan dari rokok. Dia menyebutkan, pendapatan negara dari cukai rokok terus meningkat. Pada 2009 tercatat Rp 55 triliun, pada 2010 menjadi Rp 60 triliun, dan pada 2011 mencapai Rp 65 triliun.
"Sekarang sedang ada penelitian tembakau dijadikan parfum dan ada juga penelitian tembakau bisa untuk menyembuhkan kanker kelenjar getah bening," ungkapnya.
Sementara itu, Sekjen Asosiasi Petani Tembakau Indonesia Boedidoyo mengatakan saat ini luas lahan tanaman tembakau petani mencapai 200 ribu hektare. Rata-rata pendapatan yang bisa diterima petani tembakau adalah hasil penjualan Rp 70 juta per ton, dikurangi dengan biaya pengolahan sekitar Rp 40 juta per ton. Tiap tahunnya, industri rokok membutuhkan 220 ribu ton tembakau.
ROSALINA