TEMPO Interaktif, Jakarta - Kenaikan harga gas LPG belum diputuskan. Direktur Jenderal Minyak dan Gas, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Evita Herawati Legowo, menegaskan pemerintah belum menyetujui rencana tersebut. "Kami belum memutuskan," ujarnya.
Kementerian ESDM memang telah menerima surat dari Pertamina soal rencana kenaikan harga tersebut. Namun, kementerian masih memperhitungkan dampak-dampak yang kemungkinan dapat terjadi akibat kenaikan harga elpiji nonsubsidi itu.
Hal yang paling memberatkan, katanya, adalah soal disparitas harga yang akan semakin melebar untuk harga elpiji subsidi dan nonsubsidi. Disparitas yang melebar ini dikhawatirkan akan memicu berbagai penyimpangan dalam distribusi elpiji di masyarakat. "Dinaikkan berapapun, disparitas harga dengan yang 3 kilogram akan semakin tinggi. ESDM belum menyetujui,” tegas Evita.
Sementara itu, Pertamina juga menegaskan rencana kenaikan harga elpiji nonsubsidi tidak membutuhkan persetujuan dari Kementerian ESDM." Dari sisi korporasi kita lebih kepada persetujuan pemegang saham," ujar Vice President Corporate Communication Pertamina, Mochammad Harun. Pemegang saham dalam hal ini adalah Kementerian Badan Usaha Milik Negara. Pertamina hanya melakukan koordinasi dalam hal teknis saja bersama Kementerian ESDM.
Harun menjelaskan kenaikan harga elpiji nonsubsidi ini sangat penting untuk memenuhi kebutuhan dan permintaan gas yang semakin meningkat, terutama kebutuhan industri yang selama ini terus ditahan oleh Pertamina. Permintaan gas nonsubsidi saat ini, kata dia, mencapai hingga 1,1 juta metrik ton, sementara Pertamina hanya bisa memenuhi 900 ribu metrik ton. Ditambah lagi, kerugian penjualan elpiji nonsubsidi yang terus membengkak. "Kita sulit bertahan kalau terus di harga seperti ini," tekannya.
Selama kuartal pertama tahun ini, Pertamina telah merugi Rp 1 triliun akibat jual elpiji nonsubsidi. Menurut Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) Pertamina, kerugian akibat penjualan elpiji seharusnya diperhitungkan sebesar Rp 2,3 triliun. Tetapi seiring kenaikan harga minyak mentah dunia, kerugian diperkirakan melejit menjadi Rp 4,7 triliun. Pertamina menaikkan harga elpiji 12 dan 50 kilogram terakhir kali pada bulan Februari 2010, dari semula Rp 5.850 per kilogram menjadi Rp 5.950 per kilogram.
GUSTIDHA BUDIARTIE