TEMPO Interaktif, Jakarta - Isu penundaan impor sapi hidup tidak akan mengganggu pembahasan kerja sama perdagangan Indonesia-Australia. "Justru mendorong perjanjian yang sudah disepakati dalam kerangka kerja sama ekonomi kedua negara," kata Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu di kantor Kementerian Perdagangan, Senin, 6 Juni 2011.
Sejak akhir tahun lalu, Indonesia dan Australia bersepakat memperkuat kerja sama perdagangan. Kesepakatan tak hanya dalam penurunan tarif, seperti free trade agreement, tapi juga kerja sama lain dalam bidang ekonomi sehingga kerangka kerja sama itu berbentuk economic partnership agreement (EPA).
Pekan lalu Menteri Pertanian Australia Joe Ludwig menunda ekspor sapi hidup ke Indonesia. Hal ini menyusul tayangan televisi ABC bertajuk Four Corners. Tayangan itu menggambarkan penyembelihan sapi dengan cara "tak patut". Meski impor sapi hidup mencapai 600 ribu ekor setahun, pemerintah menganggap itu hanya politik dagang biasa.
Direktur Jenderal Peternakan Prabowo Repatiyo mengatakan penundaan ekspor hanya kepada 12 rumah pemotongan hewan yang dianggap melakukan penyembelihan tak benar. Selain rumah jagal di Mabar (Medan), Bayur (Tangerang), dan Herman (Lampung), ada sembilan rumah pemotongan hewan lain yang pengiriman pasokan sapinya dihentikan, antara lain di Gondrong, Tangerang, dan Tani Asli, Deli Serdang.
Isu penundaan impor sapi agaknya belum mengganggu kinerja dagang kedua negara. Sebab, tak ada pernyataan resmi dari Australia untuk menahan ekspor sapinya. "Australia hanya menaruh perhatian pada tindakan penyiksaan sapi," kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Deddy Saleh di gedung Dewan Perwakilan Rakyat.
Terkait dengan isu peternakan, Mari Elka mengatakan kedua belah pihak sudah membahas hal tersebut sejak dulu. Bahkan, sebelum ada kerangka EPA, Indonesia-Australia sudah membentuk satuan tugas pertanian. "Setelah masuk dalam pembahasan EPA, kami sepakat merintis lagi kerja sama di bidang peternakan sapi," kata dia.
Kerja sama itu meliputi perbaikan kondisi peternakan sapi. Ini akan mendorong Australia berinvestasi di sektor peternakan sapi. Proyek percobaan peternakan bakal dilaksanakan di Sumatera Selatan dalam tiga tahun mendatang. Proyek itu juga berupa pembibitan, pengembangan peternakan, dan bantuan alat.
Menurut Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, rencana penghentian impor sapi dapat dituntaskan jika tidak bergantung pada negara lain. "Intinya jangan bergantung pada impor. Kembangkan sapi lokal," katanya. Pemerintah, kata dia, semestinya tidak berharap pada satu tempat untuk mengimpor sapi dalam memenuhi kebutuhan daging dalam negeri.
Jika Australia tetap menutup keran impor, Hatta mengatakan, Selandia Baru dan Brasil siap mengapalkan sapinya ke Indonesia. Ke depan, penanganan impor daging sapi ditangani Kementerian Perdagangan. Kementerian Pertanian akan berfokus mengembangkan produksi dalam negeri menuju swasembada daging sapi. "Saat ini dalam proses transisi," ujarnya.
EKA UTAMI APRILIA | EKO ARI WIBOWO