TEMPO Interaktif, Jakarta - Ancaman pemerintah Australia menghentikan pengiriman sapi hidup untuk Indonesia ditanggapi dingin oleh importir. Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Daging dan Feelot Indonesia (Apfindo) Joni Liano mengatakan Indonesia tak harus impor dari Australia.
Menurut dia, sejumlah negara bisa menjadi alternatif sumber impor sapi bakalan. "Antara lain, Selandia Baru, Amerika Serikat, dan Kanada," kata Joni ketika dihubungi, Jumat, 3 Juni 2011. Negara Kepulauan Vanuatu juga pernah mengimpor 2.000 ekor sapi, tapi dihentikan karena pertimbangan politik.
Alternatif sumber impor tersebut bisa menjadi jawaban bila Australia menghentikan ekspor sapi. Menurut Joni, pemerintah membolehkan impor sapi bakalan dari semua negara. Asalkan, kata dia, negara itu tak terjangkit penyakit mulut dan kuku seperti yang terjadi di Brasil.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Australia Joe Ludwig mengatakan menginstruksikan pengkajian kembali kebijakan ekspor sapi potong untuk Indonesia. Pernyataan itu dilontarkan untuk menanggapi tayangan program televisi Australian Broadcasting Corp yang bertajuk "Fuor Corners", yang menggambarkan tata cara penyembelihan sapi yang "tak patut".
Dalam tayangan hasil investigasi lembaga swadaya masyarakat, Animals Australia, itu ditemukan kekejaman fisik terhadap sapi. Satu leher sapi potong, misalnya, ditebas berkali-kali sebelum hewan itu akhirnya mati. Di sebuah rumah potong di Medan, Sumatera Utara, sapi potong diikat dan terlihat gemetaran saat melihat sapi lainnya dipotong dan dikuliti di hadapan mereka.
Anggota parlemen Australia dari partai independen akan mengajukan kasus ini ke sidang parlemen 20 Juni nanti. Bila disetujui, Indonesia bisa terkena sanksi stop impor selama tiga tahun. Sementara ini Australia baru menangguhkan pengapalan sapi hidup untuk tiga rumah pemotongan hewan.
Joni menambahkan, Australia memiliki kepentingan besar terhadap Indonesia. Pasalnya, perdagangan ternak ke Indonesia merupakan bisnis besar bagi Australia. Lebih dari 500 ribu sapi setara dengan nilai Rp 18 triliun diekspor setiap tahun. Karena itu, kata Joni, Australia tak akan serius dengan ancamannya karena banyak negara pesaing juga mengincar Indonesia sebagai pasar daging sapi mereka.
Saat ini kebutuhan daging sapi nasional mencapai 506 ribu ton setara daging. Sebanyak 35-40 persen dipenuhi dari luar negeri. Impor per tahun berupa 600 ribu sapi hidup (bakalan) dan 72 ribu ton daging sapi. Sebagian besar memang masih dipenuhi dari Australia.
Kementerian Pertanian menganggap ancaman Australia sebagai politik dagang. Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Prabowo Respatiyo Caturroso menyatakan pemerintah tak khawatir Australia menutup keran ekspor sapinya.
Ia yakin produksi sapi Indonesia bisa memenuhi jumlah konsumsi masyarakat. "Jangan risau dengan ancaman Australia. Itu cuma politik saja. Saya malah tenang kalau keran ekspor sapinya ditutup," kata Prabowo kepada Tempo.
Prabowo mengatakan populasi sapi dalam negeri sudah mencapai 12,6 juta per tahun. Sedangkan konsumsi mencapai 3 juta ekor per tahun, dihitung dengan angka konsumsi daging sapi 2,4 kilogram per kapita per tahun.
Ia yakin populasi sapi masih bisa ditingkatkan di berbagai daerah produksi, seperti Nusa Tenggara, Sulawesi Selatan, Sumatera, dan Bali. Begitu pula dengan strategi distribusinya kepada masyarakat. Sehingga Indonesia tidak lagi bergantung pada impor.
Meski demikian, Prabowo mengakui penyembelihan sapi di rumah potong hewan tradisional kurang memperhatikan kaidah kesejahteraan hewan atau animal welfare. Namun ia membantah hasil investigasi Australia yang menyebutkan bahwa sapi ekspornya dipukuli, dicambuk, dan dibiarkan sekarat dalam waktu lama.
Pemerintah berjanji akan memperketat pengawasan rumah potong hewan di seluruh Indonesia. Caranya, bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk memberi pendidikan dan pelatihan kepada pengelola rumah potong.
Prabowo menambahkan, Kedutaan Australia telah menemui dia untuk membahas hasil investigasi mereka. Namun belum ada keputusan bilateral bahwa Australia akan menutup keran ekspor sapinya. "Malah kami ditawari agar pengelola rumah potong diberi pendidikan" ucapnya.
Ketua Asosiasi Importir Daging Thomas Sembiring mengatakan, ada atau tidaknya ancaman penghentian pengiriman sapi Australia, standar rumah pemotongan hewan harus diperbaiki. "Jika benar ada penyiksaan ternak, maka artinya daging yang dijual kepada masyarakat tidak halal," ujarnya.
EKA UTAMI APRILIA | TRI SUHARMAN | AGUSSUP