TEMPO Interaktif, Jakarta - Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia meyakini tak akan terjadi penundaan ekspor sapi hidup dari Australia. Komentar ini diberikan menanggapi keputusan Australia yang akan menangguhkan ekspor hewan terhadap sejumlah rumah potong di Tanah Air. "Ïni baru rencana. Sebenarnya tidak ditunda," kata Direktur Eksekutif Apfindo, Joni Liano, kepada Tempo, Selasa, 31 Mei 2011.
Menurut Joni, Pemerintah Federal Australia yang diwakili oleh Menteri Pertanian, Joe Ludwig, lebih menekankan prosedur pemotongan hewan di Indonesia yang harus mengikuti kaidah kesejahteraan hewan atau animal welfare. "Ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan," kata dia.
Pasal 61 perundangan itu mengatakan pemotongan hewan yang dagingnya diedarkan harus dilakukan di rumah potong dan mengikuti cara penyembelihan yang memenuhi kaidah kesehatan masyarakat veteriner dan kesejahteraan hewan. Joni mengakui penanganan pemotongan hewan memang jauh dari optimal. Ketimbang rumah pemotongan hewan (RPH), pemotongan hewan jauh lebih baik saat ditangani budi daya.
Sejak dua tahun lalu, pihaknya telah memperbaiki sejumlah RPH. Misalnya, kata Joni, pihaknya menerangkan cara penanganan pemotongan hewan yang baik. Supaya tidak stres, sapi sebelum dipotong dimasukkan ke dalam restrained box, kemudian direbahkan. Selanjutnya, ada dua cara untuk memotong hewan, yaitu dipingsankan atau tidak dipingsankan.
"Kedua cara itu sudah dibolehkan oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia)," kata dia. Setelah dipingsankan, menurut Joni, sapi baru dapat dipotong. Pemotongan leher sapi pun harus mantap, tidak boleh berkali-kali. "Harus satu kali potong," ujarnya.
Pemerintah Australia menangguhkan ekspor hewan terhadap sejumlah rumah potong di Indonesia. Menteri Ludwig mengatakan keputusan tersebut mengacu pada bukti yang dikumpulkan oleh lembaga swadaya masyarakat, Animals Australia. Tayangan ABC bertajuk Four Corners pada Senin, 30 Mei 2011, menunjukkan ternak dianiaya sebelum disembelih.
SUTJI DECILYA