Bahkan tahun lalu pertumbuhan makanan dan minuman hanya mencapai 2,27 persen, "Jauh menurun dibanding 2009 yang 11,29 persen," ujar Hidayat, Selasa, 3 Mei 2011.
Tersendatnya pertumbuhan makanan dan minuman itu disebabkan oleh melonjaknya harga komoditas pertanian. Karena itu, pemerintah akan menggenjot pertumbuhan subsektor tersebut.
"Saya akan kejar subsektor makanan dan minuman," kata Hidayat. Pemerintah menargetkan industri ini bisa tumbuh minimal 5 persen.
Selain itu, penerapan ASEAN-China Free Trade Area juga berpengaruh pada pertumbuhan industri makanan dan minuman. Karena itu, untuk memperkuat daya saing industri makan dan minum dalam negeri, pemerintah menerapkan kewajiban pemberian label berbahasa Indonesia.
Label ini menyatu dalam kemasan produk makanan dan minuman impor. "Harus ada label berbahasa Indonesia yang menyatu pada kemasan, bukan berupa stiker yang ditempelkan," katanya.
Hal ini dilakukan agar persaingan bisa seimbang. Pasalnya, produk ekspor kita juga harus berlabel bahasa negara tujuan. "Jangan terlalu bermurah hati dengan pesaing karena akan merugikan kita sendiri," ujar Hidayat lagi.
Hidayat optimistis target pertumbuhan tersebut bisa tercapai hingga lima tahun ke depan. Sebab, selama itu akan ada dukungan tambahan investasi dan tingginya pertumbuhan penduduk di ASEAN.
Bahkan industri makanan dan minuman diprediksi tumbuh rata-rata 8,4 persen per tahun. "Angka ini lebih besar dibanding pertumbuhan industri nasional yang ditargetkan sebesar 6,7 persen per tahun," tutur Hidayat.
AGUNG SEDAYU