Anggota Panitia Penyusunan SNI dari Kementerian Perindustrian Djoko Setyono mengatakan pekan ini kementerian mengirimkan rancangan SNI ke badan standardisasi nasional (BSN). "Tahun ini targetnya sudah menjadi keputusan," katanya hari ini.
SNI baru ini tetap mengacu pada SNI Wajib yang sudah ada untuk produk minyak goreng. Penambahan atau fortifikasi vitamin A pada minyak goreng diharapkan bisa meningkatkan gizi masyarakat, selain mendorong diversifikasi produk minyak goreng sawit.
Direktur Koalisi Fortifikasi Indonesia Soekirman mengatakan pemberlakuan SNI tersebut belum disepakati oleh kalangan industri. Rancangan SNI yang sudah diajukan oleh kementerian akan dievaluasi oleh semua pihak terlebih dahulu. Ia menilai yang paling penting adalah menyoroti kualitas minyak goreng yang beredar saat ini.
Minyak goreng yang diproduksi industri sebetulnya sudah mengandung betakaroten atau pro vitamin A yang jika dimasak akan berubah menjadi vitamin A. "Tapi minyak goreng merah tidak laku. Konsumen maunya yang jernih," katanya. Akibatnya produsen menjalankan proses penjernihan yang menghilangkan kandungan betakaroten.
Berbeda dengan pernyataan Djoko Setyono, Soekirman mengatakan proses penambahan vitamin A pada minyak goreng tidak akan membutuhkan biaya yang terlalu besar. Bahkan tidak akan mempengaruhi harga produk yang dijual ke konsumen. Karena penambahan itu hanya membutuhkan Rp 50 per liter.
Direktur Inspeksi dan Sertifikasi Pangan Badan Pengawas Obat dan Makanan BPOM mengatakan fortivikasi vitamin A merupakan tindak lanjut dari Keputusan Kepala Bappenas Nomor 39 Tahun 2000 tentang pembentukan tim pengarah dan pelaksana pusat pencegahan dan penanggulangan kekurangan vitamin A.
Sampai saat ini baru dua produsen yang menambahkan vitamin A pada produknya yaitu PT. Musimas yang produksinya berbasis di Sidoarjo dan PT. Wilmar yang memproduksi minyak goreng di Palembang dan Pontianak.
KARTIKA CANDRA