TEMPO Interaktif, SINGAPURA – Harga minyak mentah di Amerika Serikat (AS) turun, menyusul laporan pemerintah AS pasokan minyak naik pekan lalu. Sementara pedagang bursa energi tetap memantau situasi politik di Libya, yang tidak kunjung mereda.
Harga minyak mentah Benchmark West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman April turun 64 sen menjadi US$ 104,38 per barel di perdagangan New York Mercantile Exchange. Sementara di London, minyak mentah Brent naik US$ 2,88 menjadi US$ 115,94 per barel di perdagangan ICE Futures Exchange.
Laporan dari Energy Information Administration menunjukkan pasokan minyak mentah meningkat menjadi 2,5 juta barel. Namun pasokan bensin jatuh 5,5 juta barel,hampir dua kali lipat dari perkiraan analis. Pasokan diesel dan minyak pemanas, jatuh empat juta barel. Sementara kilang nasional beroperasi dengan kapasitas 82 persen, sedikit diatas ekspektasi.
Dengan pasokan minyak melimpah di kawasan AS, fokus tetap tertuju pada Afrika Utara dan Timur Tengah. Gelombang protes anti pemerintah Libya telah menahan pasokan minyak Libya 1,6 juta barel per hari untuk konsumsi global. Kerusuhan kini telah merembet ke daerah jalur pipa dan gudang penyimpanan minyak.
Pedagang mengkhawatirkan kerusuhan menyebar ke Arab Saudi, eksportir minyak mentah terbesar di dunia. Saat ini Arab Saudi telah menaikkan produksi untuk menutup pasokan minyak yang kosong dari Libya. Produksi minyak mentah Negara-negara OPEC meningkat dari 230 ribu barel per hari, per Januari, menjadi 29,8 juta barel per hari. Arab Saudi menghasilkan sebanyak 4,5 juta brel per harinya.
Ketidapastian situasi Timur Tengah membuat Bank of America Merril lynch diminta menaikkan harga minyak WTI sekitar US$ 101 per barel dari US$ 87, dengan asumsi minyak mentah Brent US$ 122 per barel di kuartal kedua.
Sementara di perdagangan Nymex perdagangan untuk kontrak April, minyak pemanas naik 5,96 sen menjadi US$ 3,0707 per galon, bensin naik 8,05 sen menjadi US$ 3,0272 per galon, dan gas alam naik 6,6 sen menjadi US$ 3,930 per 1,000 cubic feet.
AP/DWITA ANGGIARIA