Joyce mengatakan wilayah Asean dianggap penting karena pada 2015 Asean berencana menjadi pasar tunggal dengan potensi penduduk total 550 juta orang. Secara keseluruhan saat ini wilayah Asean menjadi pasar ekspor terbesar kelima bagi Taiwan. Ekonomi Asean dilihat terus berkembang dengan cepat.
Integrasi ekonomi Asean akan menguntungkan sektor swasta Taiwan yang sudah menanamkan modal cukup besar. Sampai saat ini total investasi Taiwan di Asean mencapai US$70 miliar. Sejumlah US$14 miliar diantaranya diinvestasikan di Indonesia.
Sebelumnya Taiwan telah menandatangani perjanjian Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA) dengan Cina untuk meningkatkan kerjasama di bidang perdagangan, investasi, pariwisata dan jasa. "Taiwan ingin menandatangani perjanjian serupa dengan negara-negara di Asia Tenggara," kata Joyce.
Associate Professor di Department of Political Science, National Taiwan University, Chen-Dong Tso mengatakan negosiasi ECFA dimulai pada awal 2009 lalu dan baru berlaku efektif pada September tahun ini. Meski demikian tidak semua sektor mendukung kerjasama yang berimplikasi pada pemberlakuan perdagangan bebas ini. Beberapa sektor yang menolak seperti agrikultur, industri tempat tidur dan industri handuk.
Penandatanganan kerjasama dengan Cina dipicu oleh meningkatnya peran ekonomi negara tirai bambu itu di kawasan Asia Tenggara. Beberapa riset sudah dilakukan oleh Taiwan sebelum penandatanganan, dan akan dilakukan juga sebelum kerjasama dengan Asean diwujudkan. "Implementasi perdagangan bebas membutuhkan transparansi dan efisiensi," katanya.
Cheng-Dong mengatakan Taiwan memiliki persiapan yang cukup baik karena pemerintah mengalokasikan dana untuk perusahaan yang mengerjakan riset dan penelitian untuk inovasi. Selain itu pemerintah memiliki hubungan yang kuat dengan pebisnis dan secara rutin mengadakan pertemuan.
Anggota Komisi XI DPR Arif Budimanta mengatakan kerjasama perdagangan bebas antara Indonesia dan Taiwan akan memberi peluang bagi kedua negara untuk ekspansi pasar. Namun perdagangan bebas tetap harus menyertakan peran pemerintah. Tanpa guide dari pemerintah justru akan menghancurkan demokrasi.
Ia mengatakan hal ini dengan mengacu kepada Taiwan yang bisa maju dan bersaing karena pemerintah sangat kuat mengarahkan kebijakan ekonomi. "Pemerintah tidak pernah lepas dari rakyat dan pengusaha," katanya.
Arif mengatakan terdapat perbedaan yang signifikan dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia dan Taiwan. Sejak tahun 1965 Taiwan sudah menikmati pertumbuhan rata-rata tujuh persen per tahun, bahkan di atas 10 persen per tahun sejak tahun 1980. Sedangkan Indonesia baru menikmati pertumbuhan ekonomi di atas lima persen per tahun sejak 1985.
KARTIKA CANDRA