TEMPO Interaktif, Bandung - Badan Pusat Statistik (BPS) mengakui adanya kesalahan dalam proses pengumpulan data-data tentang individu rumah tangga miskin, yang biasanya digunakan untuk penyaluran dana bantuan dan perlindungan sosial seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT).
"Sehingga, dalam beberapa kasus, pemberian bantuan jadi tidak tepat sasaran," kata Direktur Statistik dan Ketahanan Sosial BPS Uzair Suhaimi, Sabtu (13/11), di Hotel Golden Flower, Bandung.
Menurut Uzair, banyak kendala yang dihadapi saat petugas BPS melakukan pengumpulan data di lapangan, baik karena kekeliruan petugas maupun adanya moral hazard para petugas lapangan.
"Kalau ada pengumpulan data mikro, luar biasa sulitnya di lapangan. Kantor-kantor kami di daerah akan banyak dikerubuti orang-orang yang mengaku miskin. Tidak semua petugas kami berani menghindari mereka," kata Uzair.
Namun, kata dia, berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh 19 universitas terhadap penyaluran BLT yang terakhir, menunjukkan bahwa kesalahan yang terjadi kecil sekali jika dibandingkan di negara-negara lain, contohnya di Amerika latin.
"Di tahun 2011, kami akan kembali melakukan Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS). Sekarang kami sedang mengembangkan studi dengan bantuan World Bank, bagaimana cara mengurangi kesalahan tersebut," kata Uzair.
Nantinya, hasil PPLS akan menjadi data acuan bagi penyaluran program-program bantuan sosial, seperti BLT, penyaluran raskin, Program Keluarga Harapan (PKH), Jamkesmas, dan lainnya.
Ke depannya, BPS juga akan mengembangkan sistem self asessment, artinya masyarakat yang akan datang secara langsung untuk melaporkan kondisinya secara jujur.
Menurut Direktur Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan Wendy Hartanto, program-program bantuan sosial tersebut masih dibutuhkan mengingat ada kelompok masyarakat yang kondisinya sudah tidak memungkinkan untuk diberdayakan.
"Contohnya BLT, memang selama ini banyak kritikan. Namun, bagi warga yang sudah sangat jompo, sudah tidak mungkin diberikan pemberdayaan," kata Wendy.
EVANA DEWI