Menurut Djaka, UMS diutamakan diberlakukan untuk tiga sektor pekerjaan, yakni konstruksi, perbankan, dan perhotelan bintang tiga. “Mayoritas, atau 60 persen penduduk Kabupaten Malang tidak bekerja di tiga sektor tersebut, melainkan di sektor pertanian dan perkebunan,” kata Djaka kepada TEMPO Kamis siang tadi.
Kabupaten Malang adalah salah satu dari 10 kaputan dan kota di Jawa Timur yang harus menerapkan UMS.
Sebenarnya, kata Djaka, Kabupaten Malang ingin menerapkan UMS karena lebih menguntungkan buruh. Buruh yang terampil bisa mendapatkan upah yang lebih besar. Namun, penerapan UMS harus melebihi upah minimum kabupaten dan kota (UMK). Besaran UMS rata-rata lima persen di atas UMK. Adapun UMK Kabupaten Malang tahun 2011 sudah cukup tinggi, yakni Rp 1.000.005 per bulan.
Djaka mengatakan, Pemerintah Kabupaten Malang bisa menerapkan UMS jika didasarkan pada UMK terendah di Jawa Timur. Namun, Djaka menuturkan, tidak akan meminta Pemerintah Provinsi Jawa Timur merubah ketentuan tentang UMS. Apalagi Pemerintah Provinsi Jawa Timur tidak memaksa penerapan UMS jika daerah yang ditunjuk belum siap.
Selain itu, ratusan ribu buruh di Kabupaten Malang yang bekerja di 840 perusahaan, tidak masuk dalam kelompok tenaga kerja terampil atau berkeahlian khusus sebagaimana dipersyaratkan dalam program UMS.
Selan bidang konstruksi, perbankan, dan perhotelan, UMS juga dimungkinkan diberlakukan di sektor usaha energi kimia dan pertambangan; kelompok logam, elektronik, dan mesin; kelompok otomotif; kelompok asuransi; serta kelompok farmasi dan kesehatan.
Namun, tetap saja tidak bisa diberlakukan di Kabupaten Malang. UMS sangat mungkin diterapkan di daerah-daerah yang memiliki banyak industri unggulan dan besar, seperti Kota Malang, Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten dan Kota Mojokerto, dan Kabupaten Gresik. ABDI PURMONO.