TEMPO Interaktif, Jakarta -Otoritas moneter diminta tak terlena dengan perkembangan pasar dan tetap menjaga kehati-hatian. "Waspadai inflasi dan likuiditas melimpah yang ada di pasar saat ini," kata Kepala Ekonom Bank Mandiri Mirza Adityaswara melalui pesan pendek hari ini (24/8).
Bank Indonesia diminta disiplin menjaga rasio pruden makro agar tak terjadi arus keluar modal asing. Sebab, saat ini terdapat banyak likuiditas di pasar. Kenyataannya dana berlimpah tersebut merupakan likuiditas semu yang sebagian besar berasal dari hot money.
"Dana hot money bukan dana permanen, jika pasar tak pruden mereka akan keluar," kata Mirza di kantornya kemarin. Apalagi, jika perekonomian Amerika dan Eropa kembali pulih.
Menurut Mirza, BI juga tak perlu khawatir dengan pertumbuhan kredit yang dinilai cukup tinggi. "Tanpa diatur kredit akan mencapai 23-24 persen dengan sendirinya," ujar dia. Pertumbuhan kredit yang terlalu tinggi justru akan meningkatkan rasio kredit bermasalah.
Pengaturan rasio LDR dan GWM tak perlu dilakukan demi mendorong pertumbuhan kredit. BI rencananya akan mematok LDR ideal sebesar 78 hingga 102 persen. Menurut Mirza, bukan LDR yang harus digenjot, melainkan pembangunan infrastruktur agar distribusi barang membaik dan menurunkan inflasi.
Tingkat LDR yang aman menurutnya adalah sebesar 85 hingga 90 persen. LDR lebih dari 90 persen dinilai akan berbahaya bagi likuiditas bank. Sebab, saat ini perbankan lebih banyak menggunakan dana jangka pendek sebagai pilihan pendanaannya.
LDR sebesar 90 persen aman, sebab penyaluran dana masih lebih rendah dibandingkan dana yang dimiliki. Jika kredit lebih tinggi dari dana yang dimiliki bank, risiko likuiditas akan lebih tinggi. Sebab, bank tak memiliki dana likuid yang cukup untuk mengakomodasi penarikan uang oleh nasabah.
"Jangan sampai menggenjot kredit tapi mengorbankan prudensialitas dan neraca perbankan," kata dia. Kondisi ini dikhawatirkan akan mengembalikan Indonesia pada masa seperti tahun 1996 yang tak pruden.
FAMEGA