Menurut Drajad, masih banyak celah-celah yang membuat perjanjian kedua negara tersebut sangat lemah dan dapat dimanfaatkan oleh kedua belah pihak baik sebagai lubang maupun peluang. Ia mengingatkan pemerintah tak terlalu terlena dengan janji bantuan Norwegia yang seakan-akan diberikan cuma-cuma. "Jangan terlalu over ekspektasi dengan uang dan komitmen Norwegia di Letter of Intent tersebut," ujar Drajad seusai acara bedah buku Institute for Development Economics and Finance, Kamis (19/8).
Mengenai uang hibah sebesar US$ 1 miliar yang dijanjikan oleh Norwegia apabila program moratorium tersebut berhasil, menurut Drajad, uang dengan jumlah sebesar itu bisa diraih oleh Indonesia setiap tahunnya dari sektor industri kehutanan.
Drajad menjabarkan, berdasar perhitungannya dan data dari Bulan Januari-April lalu, Indonesia mempunyai nilai ekspor kertas sebesar US$ 1,75 miliar, pengolahan sawit US$ 3,88 miliar dan pengolahan kayu sebesar US$ 1,53 miliar. Dengan asumsi keuntungan 15 persen dan PPh Badan sebesar 25 persen maka diprediksi setidaknya dari ketiga sektor tersebut diperoleh PPh sebesar US$ 267 juta untuk pemerintah. "Dan dalam setahun berarti bisa mencapai kisaran US$ 800 juta, hanya dari pajak, itu belum termasuk pajak pribadi dan lainnya," papar Drajad.
Apalagi, kata dia, kepastian waktu mengenai pelunasan pengucuran hibah dari Norwegia juga tak jelas. "Satu miliar dolar tidak jelas untuk berapa tahun, walaupun moratorium untuk dua tahun saya asumsikan tahun 2016 pembayaran baru selesai," ujarnya.
Namun, tambah Drajad, kelonggaran LOI tersebut juga bisa dimanfaatkan sebagai peluang oleh Pemerintah dengan menerapkan manajemen pengelolaan lahan hutan yang sesuai dengan undang-undang dan peraturan di Indonesia. "Jadi saya sarankan Kementerian Kehutanan jangan hanya terpaku pada LOI itu," tutur Drajad.
Sekitar akhir bulan Mei 2010 lalu, pemerintah menandatangani perjanjian dengan Norwegia terkait pengurangan emisi gas karbon. Perjanjian itu diwujudkan dalam Letter of Intent, yang di dalamnya menyatakan Indonesia akan melakukan moratorium untuk izin baru pemanfaatan hutan selama dua tahun.
Jika Indonesia berhasil mencapai target pengurangan emisi sesuai dengan ketentuan yang akan dibuat pada Oktober mendatang, maka pemerintah Norwegia akan memberikan dana hibah US$ 1 miliar atau sekitar 9,2 triliun kepada pemerintah Indonesia.
GUSTIDHA BUDIARTIE