Hal itu dikatakan Kepala Badan Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya Manusia, Kementerian Pekerjaan Umum, Sumaryanto Widayatin, di Jakarta pekan lalu. Menurut dia, revisi bisa dibatasi dengan tetap mengacu pada isi undang-undang yang sudah ada, sehingga penerapannya bisa lebih ditertibkan.
Ada rencana lain untuk menambah cakupan undang-undang jasa konstruksi ke wilayah yang lebih luas lagi. "Konstruksi juga termasuk industri penunjang alat berat, material konstruksi, riset dan pengembangan serta pembiayaan konstruksi," tutur dia di Jakarta, Ahad (28/3).
Tapi tidak semua pihak sepakat dengan perluasan cakupan undang-undang tersebut. Alasan keberatan dan ketidaksiapan para pemangku kepentingan juga tak jelas. Kata Sumaryanto, jika cakupan tetap dipertahankan yang terbatas pada pengaturan jasa konstruksi, pemerintah mempertimbangkan untuk menerbitkan peraturan presiden.
Wacana mengenai perlunya revisi Undang-Undang Jasa Konstruksi mulai mengemuka pada akhir tahun lalu. Tujuannya adalah menyesuaikan standar jasa konstruksi nasional dengan standar internasional. Mengingat mulai maraknya kerja sama asing di bidang jasa konstruksi.
Wakil Ketua Komisi Bidang Infrastruktur Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi PDI Perjuangan Yosep Umarhadi mengatakan, pembahasan revisi undang-undang itu menjadi salah satu prioritas agenda komisi. "Pembahasan prioritas tahun ini," katanya.
Agenda pembahasan aturan itu baru akan ditetapkan setelah masa reses berakhir. Saat ini Komisi Infrastruktur sedang membahas pembentukan Undang-Undang Perumahan dan Permukiman. Setelah pembahasan ini selesai, ada kemungkinan dilanjutkan dengan pembahasan revisi Undang-Undang Jasa Konstruksi.
KARTIKA CANDRA