Basirun menyatakan, tahun lalu pengadaan beras oleh Bulog mencapai 3,6 juta ton. Itu jumlah pengadaan terbesar sepanjang sejarah. Namun, beras yang diserap oleh Bulog ini kemudian tidak habis. Sampai akhir tahun masih tersisa 1,7 juta ton. Beras sisa inilah yang kemudian menimbulkan masalah. "Kami bersyukur Elnino tidak terjadi, tapi ternyata timbul masalah lain juga," ujarnya.
Basirun menyatakan, setiap tiga bulan sekali ada perawatan beras di gudang-gudang Bulog. Selain itu, Bulog juga menerapkan sistem first in first out (fifo). "Jadi beras yang masuk dulu akan keluar dulu," kata Basirun. Namun kerusakan karena terlalu lama disimpan, rupanya tak bisa dihindari. "Bagaimanapun, kami mengakui itu kesalahan kami," ujar Basirun.
Untuk itu, Basirun menyatakan Bulog sudah melakukan langkah perbaikan. Di antaranya dengan memerintahkan semua Divisi Regional dan Subdivisi Regional untuk melakukan pemeriksaan lapangan ke gudang-gudang. Pemeriksaan ulang juga akan dilakukan saat beras dikeluarkan. "Jadi kami harap, beras rusak itu tidak sampai ke tangan orang-orang miskin," ujarnya.
Sebelumnya Basirun menyatakan, memasuki musim panen rendeng (musim hujan) ini pengadaan beras oleh Perum Bulog belum optimal. Target pengadaan sampai Maret seharusnya sudah mencapai 414.809 ton, namun realisasinya baru 17.005 ton, atau hanya 4,10 persen dari target. Kondisi itu terjadi akibat terlambatnya musim tanam. "Musim tanam lalu terlambat sekitar dua bulan, jadi panen juga terlambat," ujarnya.
Basirun menyatakan, masa panen baru akan memasuki puncaknya pada April sampai Juni. Pihaknya baru akan mengoptimalkan pengadaan pada puncak panen itu saat harga juga sudah turun. Sekarang harga masih di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Saat ini harga pembelian yang berlaku adalah Rp 5.060 per kilogram, sementara harga beras jenis IR III (kualitas sedang) di Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur, adalah Rp 5.300 per kilogram.
PINGIT ARIA MUTIARA