TEMPO Interaktif, Yogyakarta – Krisis global yang terjadi pada akhir 2008 ternyata hingga kini masih berdampak buruh bagi dunia industri manufaktur atau industri pengolahan bahan baku menjadi barang jadi di wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta selama 2009. Tingkat kapasitas produksinya berkurang hingga 20 persen.
“Bisa dikatakan industri manufaktur DIY hampir tidak tumbuh karena tidak ada investor yang masuk,” ungkap Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) DIY Ibnu Shaleh saat dihubungi Tempo, Minggu (27/12).
Menurut Ibnu, keengganan investor untuk menanamkan modalnya di DIY lantaran daerah ini bukan masuk kategori kawasan industri yang menjanjikan. Semisal, DIY jauh dari pelabuhan sehingga pertumbuhan lebih terasa pada usaha-usaha jasa, keuangan, dan pariwisata.
Selain itu, banyak produk-produk industri manufaktur yang belum dapat diekspor karena tidak ada pemesanan dari luar negeri.
Di sisi lain, tingkat pertumbuhan perekonomian DIY lebih rendah dari tingkat pertumbuhan ekonomi nasional, yakni hanya kurang dari tiga persen dari nasional yang mencapai 4,3 persen.
Salah satu dampaknya adalah banyak perusahaan industri manufaktur yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) pekerjanya atau menurunkan status pekerjanya dari pekerja tetap menjadi pekerja tidak tetap atau kontrak. Jumlah perusahaan industri manufaktur di DIY saja kurang dari 100 perusahaan.
“Tahun depan, kalau tidak ada investor masuk, ya prospeknya stagnan, bahkan lebih buruk,” terang Ibnu.
Keluhan yang sama juga dirasakan Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) DIY Jadin C. Jamaluddin. Khususnya pertumbuhan industri tekstil di DIY mengalami penurunan hingga 12 persen dibanding tahun lalu, sedangkan potensi pertekstilan di DIY hanya 1 persen dari potensi tingkat nasional.
Di sisi lain, kebijakan perbankan saat ini cenderung bersikap konservatif dengan memperketat persyaratan bagi pengusaha-pengusaha yang akan melakukan peminjaman dana.
“Bank takut resiko. Ketika pengusaha kolaps, bank bukannya membantu, malah menarik dana,” kata Jadin.
Salah satu dampaknya, jika semula pengusaha mendapatkan order langsung dari pemesan barang, saat ini justru banyak yang beralih status menjadi buruh.
Meski demikian, Jadin masih menyimpan harapan lantaran telah masuk beberapa pesananan ekspor dari Eropa dan Amerika untuk 2010. Ia menengarai kondisi perusahaan-perusahaan pemesan produk tekstil tersebut telah membaik akibat krisis.
“Paling tidak bisa menghabiskan stok barang yang banyak tersisa pada 2009,” kata Jadin.
PITO AGUSTIN RUDIANA