Hikmahanto, yang juga bekas anggota Tim Pencari Fakta polemik Komisi Peberantasan Korupsi dan Kepolisian, mengatakan status legalitas Perppu JPSK pasca Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat pada 18 November 2008, menimbulkan perdebatan dari sisi hukum tata negara.
Di satu sisi, Dewan tidak secara tegas menyatakan menolak Perppu tersebut sebagai undang-undang. Tapi sisi lain, Dewan pun hingga saat ini tak mengesahkan Perppu tersebut. "Ini di tengah-tengah, ini seperti jin," katanya dalam jumpa pers usai bertemu Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di kantor Direktorat Jenderal Pajak, Selasa (1/12).
Erman mengatakan, Perppu JPSK sejak awal diterbitkan bukan hanya untuk penanganan Century melainkan sebagai jaga-jaga jika Indonesia mengalami krisis. Dewan, kata dia, memang tak tegas menolak. "Bagi ahli hukum, kalau tidak menolak artinya menerima," ujarnya. Tapi, dia pun mengakui, pendapat itu juga tak begitu saja bisa dibenarkan.
Seperti ramai diberitakan, hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas kasus Bank Century menyatakan sebagian kucuran dana penyertaan modal sementara Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) kepada Century tak berdasar hukum karena dikucurkan setelah 18 November 2009. BPK sependapat dengan Dewan bahwa sejak 18 November 2008, Sidang Paripurna DPR telah menolak Perppu JPSK.
Padahal, Perppu itulah yang mengatur keberadaan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang kemudian memutuskan Century sebagai bank gagal berdapak sistemik sehingga perlu diselamatkan lewat LPS. Dari catatan BPK, kucuran dana penyelamatan kepada Century pasca Sidang Paripurna DPR 18 November 2009 mencapai Rp 2,88 triliun dari total penyertaan modal sementara Rp 6,7 triliun.
Menurut Erman yang terpenting pada kasus Century adalah Indonesia memiliki Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan. Undang-undang itu memberi kewenangan Lembaga Penjamin menangani dan menyelamatkan bank gagal tak berdampak sistemik dan bank gagal berdampak sistemik. "Kalau LPS menyelamatkan bank gagal yang tak berdampak sistemik saja boleh, apalagi yang berdampak sistemik," katanya.
Apalagi, kata dia, dana Lembaga Penjamin berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan sehingga tak bisa disebut sebagai uang negara. Dana dari Lembaga Penjamin juga berasal dari premi perbankan. "Jadi kalau Lembaga Penjamin punya dana Rp 14 triliun, sebesar Rp 6,7 triliun untuk Century, dalam segi hukum tak masalah," kata Erman.
Adapun Hikmahanto berharap seluruh pihak melihat juga fakta yang ada terkait kondisi perekonomian pada 2008. Kucuran dana sudah dilakukan, dan kini ternyata Indonesia sudah terbebas dari krisis. "Jadi sekarang tinggal masalah legalitas," ujarnya.
Sebab itu, Hikmahanto berpendapat layak atau tidaknya Century diselamatkan biar diselesaikan dalam forum yang benar. Soal kucuran dana penyelamatan sudah dibentuk Panitia Angket. Begitu pula soal unsur kriminal dan penipuan terhadap nasabah, Komisi Pemberantasan Korupsi dan Badan Perlindungan Sengketa Konsumen sudah mulai menjalankan fungsinya. "Jadi sebaiknya tidak menggeneralisir masalah Century, Panitia Angket juga harus fokus," katanya.
Menurut dia, sebuah kebijakan pemerintah seharusnya tak bisa dikriminalisasikan. Dia khawatir jika hal itu terjadi seluruh elemen pemerintah di semua level tidak mau membuat kebijakan karena takut dikriminalisasi. Apalagi, sengketa kebijakan masa krisis seperti ini juga pernah terjadi ketika pemerintah mengeluarkan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia pada masa krisis 1997-1998.
"Mungkin saja pemerintahnya sudah serius mengambil kebijakan, kemudian ada yang memanfaatkan. Itu yang seharusnya dikriminalkan," ujar Hikmahanto. Namun, dia menolak menjawab ketika ditanya apakah memang ada pihak yang meanfaatkan kebijakan dana talangan Century.
AGOENG WIJAYA | RIEKA RAHADIANA