Apabila nakhoda secara tegas menjalankan peraturan tersebut, dan sistem yang menempatkan nakhoda sebagai penentu berlayar atau tidaknya sebuah kapal, bisa terbangun, Freddy yakin kecelakaan di laut bisa diminimalisir.
Ia menyampaikan hal tersebut menanggapi kemungkinan kecelakaan yang menimpa kapal Dumai Express akibat kelebihan penumpang, dan bukan murni karena cuaca buruk. Juga terkait komitmen Menteri Perhubungan terhadap Organisasi Maritim Internasional bahwa ke depan tidak akan ada lagi kompromi terhadap keselamatan pelayaran di tanah air.
Freddy menjelaskan, peraturan ini memang sulit diterapkan di Indonesia karena kemungkinan terjadinya benturan dengan penumpang sangat besar. Sesuai peraturan, nakhoda berhak menolak berlayar, namun penumpang justru yang sering tak peduli dengan peraturan ini, dan memaksa naik ke dalam kapal.
"Kalau nakhoda menolak berlayar yang terjadi masyarakat (penumpang) anarki," ujarnya. Padahal, menurut Freddy, keselamatan kapal dan penumpang di atas laut adalah tanggung jawab penuh nakhoda.
"Di laut kalau ada apa-apa yang ditanya bukan Dirjen (direktur jendral) atau menteri tetapi mereka akan bertanya kepada kapten langkah apa yang harus diambil," tutur Freddy. Karena itu ia menegaskan pentingnya para nakhoda mendalami tanggung jawab dengan lebih baik.
"Mereka yang harus belajar meng-exercise tanggungjawabnya secara benar," ujarnya. Namun begitu ia menegaskan Departemen Perhubungan akan mendorong para nakhoda lebih tegas dan berani dalam menentukan pelayaran. "Nahkoda yang mengerti betul soal overload kapasitas dan perkiraan cuaca. Mereka lulusan akademi bukan lulusan SD," ujar Freddy.
Selain penumpang, nakhoda juga sering mendapatkan tekanan dari operator agar tetap berlayar meski kapasitas kapal melebihi jumlah yang seharusnya. Freddy berjanji akan memanggil para operator kapal supaya lebih mengutamakan keselamatan penumpang dibandingkan memenuhi kuota pelayaran dan mencari keuntungan.
KARTIKA CANDRA