Tak hanya itu, Sri Mulyani mengatakan, hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan juga menunjukkan adanya tindak pidana perbankan ketika Century masih ada dan belum diambil alih Lembaga Penjamin Simpanan. “Itu tentu masuk dalam ranah pidana yang harus ditangani, tentunya ada mekanismenya untuk itu sendiri,” ucapnya.
Adapun soal aliran dana penyertaan modal sementara dari Lembaga Penjamin sebesar Rp 6,7 triliun, dia yakin lembaga tersebut dan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) bisa memberikan informasi.
Menurut Sri Mulyani, sangat mudah bagi khalayak untuk memahami situasi yang terjadi ketika Komite Stabilitas Sistem Keuangan menetapkan Century sebagai bank gagal berdampak sistemik pada November 2008 sehingga dilakukan penyelamatan lewat Lembaga Penjamin dengan kucuran penyertaan modal sementara Rp 6,7 triliun.
Pasalnya, peristiwa itu baru terjadi 12 bulan yang lalu. “Berbeda dengan 10 tahun lalu ketika (krisis) 1997-1998,” katanya. Bahkan, Sri Mulyani mengumpamakan, sanga mudah bagi anaknya yang saat ini duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama untuk mencari berita yang menggambarkan kejadian kala itu lewat Internet. Jika itu dilakukan akan terlihat pendapat pengamat-pengamat ekonomi yang menyatakan krisis sudah di depan mata.
Ketika itu situasi perekonomian dalam krisis. Pemerintah membuat kebijakan yang menimbulkan konsekuensi keluarnya biaya. “Biayanya dipertanggungjawabkan. Keseluruhan episode itu saja yg dilihat. Kemudian siapa melakukan apa, landasan hukumnya apa. Seperti yang saya sampaikan sebelumnya,” ujarnya.
Baca Juga:
AGOENG WIJAYA