Petrus mengatakan, ketersediaan batu bara merupakan persoalan internal dalam manajemen PLTU Mpanau. “Dalam kontrak, kami membeli berapapun daya yang bisa disuplai oleh PLTU dan kemudian mendistribusikan kepada pelanggan,” katanya.
Menurut dia, PLN hanya berpijak pada kontrak yang kemudian menjadi ruang gerak PLN dalam bertindak. Dalam sistem kontrak disebutkan, naik turunnya harga batu bara tidak berpengaruh terhadap suplai daya dan sudah menjadi risiko dagang.
Sebelumnya, pihak Pusaka Jaya mengatakan PLTU Mpanau, hanya bisa beroperasi hingga 3 Desember 2009 nanti karena stok batu bara di PLTU tersisa sekitar 12.000 metrik ton atau hanya mampu bertahan beroperasi sampai awal Desember ini.
Sementara pihak penyuplai batu bara dan perusahaan pengangkut batubara ke PLTU Mpanau menghentikan pengiriman batu bara karena PLTU tidak sanggup membayar utang kepada perusahaan tersebut.
Sejak beroperasi pada 2007 hingga 31 Oktober 2009, akumulasi kerugian PLTU mencapai Rp 83 miliar. Kerugian itu tidak termasuk laba rugi selisih kurs dan utang yang belum dibayar oleh pihak Pusaka Jaya kepada penyalur batu bara dan pemilik kapal tongkang yang mencapai Rp 33 miliar.
Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulawesi Tengah, Chandra Ilyas, mengatakan penyelamatan PLTU harus segera dicari jalan keluarnya agar tidak terjadi pemadaman dalam skala besar. Bila terjadi, hal itu sangat berdampak langsung pada masyarakat serta mempengaruhi investasi di kawasan itu. “Tak bisa dibiarkan terjadi pemadamam ekstrem,“ katanya.
DARLIS