Tidak saja soal pasar, masuknya asing, kata Ismanu, juga akan menjaga kualitas rokok. "Industri rokok di tangan ahlinya," katanya. Dia menambahkan, investor asing seperti British American Tobacco punya kelebihan dalam hal proses produksi dan pemasaran. "Jaringan BAT akan menyehatkan pasar rokok," kata Ismanu.
Masuknya British American Tobacco, kata Ismanu, adalah perpaduan antara kemampuan teknologi asing dan industri rokok dalam negeri. Pada 2008, kata Ismanu, ekspor rokok mencapai US$ 350 juta. "Trennya semakin meningkat," katanya.
PT Bentoel International Investama Tbk dan PT BAT Indonesia kemarin menandatangani rencana penggabungan usaha. Perusahaan rokok asal Inggris tersebut menguasai 99,74 persen saham Bentoel. BAT diperkirakan bakal menggelontorkan US$ 494 juta atau sekitar Rp 5 triliun atas penggabungan tersebut.
Presiden Direktur Bentoel Nicolaas B. Tirtadinata berharap penggabungan ini dapat membentuk perusahaan rokok tunggal yang lebih kuat di Indonesia. "Rencana penggabungan ini kami harap dapat memberi keuntungan kepada para pemegang saham," katanya.
Berdasarkan rencana penggabungan ini, pada tanggal efektif penggabungan, semua saham BAT Indonesia akan ditukar dengan saham-saham Bentoel dengan perbandingan satu saham BAT Indonesia akan ditukar dengan 7,68 saham Bentoel. Pada tanggal efektif penggabungan, semua aset dan kewajiban BAT Indonesia akan beralih atas dasar hukum kepada Bentoel.
Para pemegang saham Bentoel dan BAT Indonesia dapat memilih untuk tetap bertahan sebagai pemegang saham dari perusahaan hasil gabungan atau kepada yang berhak dapat menjual saham mereka kepada British American Tobacco dengan harga Rp 729 per saham Bentoel dan Rp 5.600 per saham BAT Indonesia.
Direktur Jenderal Industri Agro dan Kimia Beni Wahyudi menyatakan, penggabungan dua perusahaan rokok lokal dan internasional itu akan meningkatkan daya saing industri rokok. Menurut dia, pemodal asing tersebut akan memodernisasi industri rokok. "Begitu juga dengan manajemen dan pemasarannya," katanya kemarin.
Menurut dia, yang harus diperhatikan jangan sampai dengan modernisasi justru berakibat pada pengurangan tenaga kerja. Selain itu, kata Beni, masuknya modal asing itu membuat industri rokok tak punya keterkaitan dengan industri dalam negeri.
Pada saat produksi rokok dibatasi hingga 260 miliar batang pada 2014, masuknya BAT adalah sinyal yang bagus. "Asing kok malah masuk," katanya.
Analis PT Finan Corpindo Nusa, Edwin Sebayang, mengatakan penggabungan usaha Bentoel Investama dan BAT Indonesia tidak banyak mengubah peta industri rokok nasional. "Hanya mempersempit pangsa pasar," katanya.
Pangsa pasar Bentoel dan BAT Indonesia, kata dia, sangat kecil. Menurut Edwin, jika kedua perusahaan tak menggabungkan diri, kurang inovatif dan efisien, lambat laun akan tergilas oleh pabrik rokok besar, seperti HM Sampoerna, Gudang Garam, serta Djarum.
Kapitalisasi, kata Edwin, saham BATI hanya Rp 343 miliar dan Bentoel Rp 4,38 triliun dibanding Gudang Garam yang mencapai Rp 27 triliun dan HM Sampoerna Rp 45 triliun.
ALI NY | GRACE S. GANDHI | IQBAL MUHTAROM | KUSNANDAR