Saat ini pemerintah menghadapi dilema dalam mengelola industri gula. Pada satu sisi, harga gula internasional terlalu bergerak secara cepat. Di sisi lain, pabrik gula dalam negeri, baik yang dimiliki negara maupun swasta, masih menggunakan teknologi dan biaya yang belum kompetitif. Belum lagi masalah revitalisasi perkebunan.
“Semua itu selalu menghadapkan kami harus mencari jalan yang cukup seimbang, termasuk dalam hal ini adalah kebijakan impor dan tarifnya,” kata Sri di kantornya, Selas (13/10).
Seperti diberitakan, Departemen Keuangan menerbitkan peraturan soal tarif bea masuk gula untuk masa impor 1 Oktober 2009 hingga 31 Desember 2009. Tarif paling rendah ditetapkan Rp 150 per kilogram dan paling tinggi Rp 400 per kilogram sesuai jenis gula yang diimpor.
Menurut Sri, pemerintah tak ingin kebijakan impor justru akan mematikan seluruh potensi dalam negeri. Namun, pada sisi lain pemerintah juga dihadapkan pada upaya untuk membuat perkebuhan tebu dan pabrik gula lebih efisien. Masalah lain yang juga menurutnya sangat penting adalah pada organisasi perdagangan yang saat ini masih dikuasai oleh pedagang besar. “Pemerintah akan mencari kombinasi di antara itu,” ujarnya.
AGOENG WIJAYA