Dalam uji kepatutan dan kelayakan dengan Komisi Keuangan Dewan Perwakilan RI, dia menekankan rekam jejak, integritas, kepemimpinan, dan kematangan sebagai modal utama anggota dan ketua BPK selanjutnya. "Kalau komposisinya tidak sesuai dengan hati nurani saya, jadi ketua pun saya tidak mau," tegasnya di hadapan dewan, Selasa (8/9) malam.
Usai ujian ia menjelaskan uji kepatutan dan kelayakan ini tak boleh hanya menjadi formalitas. Sehingga anggota dan ketua BPK yang terpilih merupakan hasil kesepakatan antara ketua fraksi di DPR. "BPK terlalu besar untuk dikorbankan," ujar mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.
Dari pantauan Tempo selama dua hari, soal-soal ujian yang ditanyakan anggota dewan terhadap Erry cukup komprehensif. Selain kasus Bank Century dan peleburan BPK-BPKP, Erry juga ditanya tentang target penurunan kerugian negara, target pencapaian BPK, dan upaya mendeteksi pelanggaran pada keuangan pemerintah pusat dan daerah.
Akibatnya, jatah ujian yang umumnya sekitar 30 menit harus molor menjadi hampir 75 menit. Berbeda dengan beberapa peserta sebelumnya, Erry mendapatkan tepuk tangan meriah dari para anggota dewan usai menjawab semua pertanyaan.
Soal Bank Century, dia berpendapat kondisi sistemik yang terjadi tak perlu lagi diperdebatkan. Justru penggelontoran dana "bail out" senilai Rp 6,7 triliun oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang perlu diperiksa. "Jika ada penyimpangan, bisa ditindak," kata Erry.
Mengenai peleburan BPK-BPKP, dia mengaku tak setuju dengan upaya itu. Menurutnya kedua lembaga ini perlu disinergikan sehingga dapat menjalankan peran auditor dengan optimal. Kendalanya, sinergi ini membutuhkan kedewasaan sikap kenegaraan dari Presiden dan DPR.
RIEKA RAHADIANA