"Karena distribusi gula dilepas ke pasar, jadi dipengaruhi sepenuhnya oleh pasar," kata Aviliani saat dihubungi, Sabtu (5/9).
Menurut Aviliani, akibat mekanisme harga gula dilepas ke pasar, maka pemerintah jadi tidak berkuasa untuk menahan ketika terjadi kenaikan harga gula.
Pemerintah, lanjut dia, mesti membenahi sistem distribusi bahan pokok. Caranya, dengan menyiapkan data yang akurat tentang distribusi gula ke daerah baik provinsi, kabupaten dan kota. Selain itu, pemerintah mesti punya data konsumsi gula per daerah. Ini supaya distribusi gula dikontrol dan jelas. "Pemerintah bisa kerja sama dengan BUMN dan BUMD, serta asosiasi dalam hal ini," tuturnya.
Menurutnya, data pemerintah selama ini tidak akurat. Asosiasi gula rafinasi menyatakan pasokan gula rafinasi tidak cukup, sementara asosiasi petani gula tebu rakyat menyatakan stok rafinasi lebih dari cukup. Jika pemerintah memiliki data akurat mengenai distribusi per daerah, maka pemerintah bisa membuat keputusan yang tepat.
Dia menambahkan, pemerintah melalui Badan Urusan Logistik (Bulog) juga bisa menstabilkan harga gula. Caranya, dengan melepas stok gula yang dimiliki Bulog ketika terjadi kenaikan harga.
Aviliani menegaskan, sudah saatnya pemerintah mengkategorikan permainan pasar yang menyebabkan harga gula melambung, sebagai potensi kerugian negara. "Karena itu UU kerugian negara harus segera direvisi," ujarnya.
Sebab, gula putih konsumsi termasuk bahan pokok yang mekanisme harganya tidak dilepas begitu saja ke pasar. Jika UU kerugian negara itu direvisi, tentu para spekulan bisa dijerat dengan hukum.
NIEKE INDRIETTA