Menurut Ketua Komite Industri Logam, Mesin, Elektronika, dan Alat Angkut Kadin, Gunadi Sindhuwinata, tidak akan efektif diberlakukan bagi pemilik kendaraan pribadi.
“Bagaimana nanti pengawasannya? Kan bisa saja nanti seseorang memiliki berapa mobil tapi diatasnamakan keluarga atau orang lain dengan alamat berbeda?” kata Gunadi kepada Tempo di Jakarta hari ini.
Selain itu, menurut Gunadi, bisa saja seseorang memiliki lebih dari satu kendaraan, tapi apakah benar memang setiap hari orang itu menggunakan semua kendaraan yang dimilikinya?
“Seharusnya pemilik kendaraan pribadi ini lebih dihargai, bukan justru dipajaki lebih mahal,” ujarnya.
Dia juga mempertanyakan apa sebenarnya tujuan dari pemberlakuan undang-undang ini. Jika untuk mengurangi kemacetan, dia menilai, aturan itu juga tidak akan efektif untuk menekan jumlah kendaraan yang beredar di jalan-jalan.
Pasalnya, kemacetan yang terjadi di jalan----khususnya di ibu kota Jakarta----tidak hanya gara-gara jumlah kendaraan saja, tapi juga akibat infrastruktur jalan yang rusak, arsitektur jalan, dan manajemen lalu lintas kendaraan yang tidak sempurna.
“Banyak faktor yang membuat jalanan menjadi macet, tidak hanya karena jumlah kendaraan saja,” ujarnya.
Apalagi, dia menambahkan, jika dibandingkan dengan negara lain sebenarnya produksi kendaraan roda empat di Indonesia baru 600 ribu unit per tahun dibandingkan dengan total populasi yang mencapai 230 juta orang. Di Jepang misalnya, dengan total populasi sekitar 115 juta orang, pasar kendaraan di negara itu mencapai 12 juta unit per tahun.
Memang, Gunadi mengakui, jika dibandingkan antara produksi kendaraan dan perkembangan jumlah infrastruktur jalan tidak akan pernah bisa sebanding. Pasalnya, jumlah alat angkut tiap tahun tumbuh 10 persen dan infrastruktur jalan hanya 0,1 persen.
“Jika yang dilihat hanya jumlah kendaraan dan infrastruktur jalan saja, ya sampai kapanpun tidak akan pernah bisa sebanding,” kata Gunadi.
Rancangan Undang-Undang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah hari ini disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang dalam sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat.
Dalam undang-undang yang akan berlaku mulai 1 Januari 2010 itu, antara lain disebutkan tarif pajak kendaraan bermotor pribadi untuk kepemilikan pertama paling rendah sebesar 1 persen dan paling tinggi 2 persen.
Sedangkan untuk kepemilikan kedua dan seterusnya, tarif dapat ditetapkan secara progresif paling rendah sebesar 2 persen) dan paling tinggi 10 persen.
Pengguna bahan bakar kendaraan bermotor juga akan dikenai pajak paling tinggi sebesar 10 persen. Khusus tarif pajak bahan bakar untuk kendaraan umum ditetapkan paling sedikit 50 persen lebih rendah dari tarif pajak kendaraan bermotor untuk kendaraan pribadi.
GRACE S GANDHI