Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil mengaku hingga kini pihaknya belum membahas atau menerima laporan atas rencana itu. Namun Kementerian akan mendukung jika penerbitan obligasi asing ini akan memenuhi kebutuhan PLN. "Belum lapor ke kami, tapi kalau itu kebutuhan PLN akan kami persilakan," ujarnya usai rapat kerja dengan Komisi BUMN di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat RI, Jakarta, Senin (29/6).
Dia mengingatkan PLN harus berhati-hati dalam mengambil utang baru karena saat ini persero telah memiliki jumlah utang yang banyak. "Pasti PLN harus hati-hati karena resiko PLN juga risiko negara," kata Sofyan.
Menurut catatan Tempo, hingga 1 Juni lalu jumlah utang PLN mencapai Rp 94 trilun, sekitar 42 persen dalam dolar Amerika Serikat, 28 persen dalam yen Jepang, 27 persen dalam rupiah, dan tiga persen dalam euro.
Tahun ini persero akan melunasi utang Rp 6,6 triliun yang menggunakan kas internal perusahaan, dana subsidi, dan pinjaman jembatan (bridging loan) proyek 10 ribu megawatt tahap pertama. Dari pendanaan proyek 10 ribu megawatt, perusahaan setrum pelat merah itu akan mendapat tambahan utang sebanyak US$ 1,6 miliar-1,7 miliar dan Rp 4,5 triliun.
Sementara dari hasil obligasi asing yang akan diterbitkan akhir tahun akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan investasi yang mencapai Rp 57 triliun tahun ini. Invetasi persero antara lain pembangkit, transmisi, dan distribusi.
RIEKA RAHADIANA