Menurunnya kemampuan produksi terlihat dari menurunnya impor bahan baku penolong dan barang modal laporan Badan Pusat Statistik (BPS) selama Januari sampai Maret 2009, dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. BPS melaporkan impor bahan baku penolong turun 42,25 persen atau dari US$ 23.327,3 juta menjadi US$ 13.471,7 juta. Impor barang modal turun 3,29 persen atau dari US$ 4.411,2 juta menjadi US$ 4.266,1 juta.
Sofyan mengatakan, ekspor manufaktur yang menurun otomatis menyebabkan industri mengurangi impor komponennya karena permintaan produk menurun. Industri yang mengurangi impor bahan baku dan barang modal misalnya komponen, otomotif, elektronik, serta sepatu.
Departemen Perindustrian baru mengeluarkan hitungan pertumbuhan industri triwulan pertama paling lambat dua bulan mendatang, atau Mei. "Kalau angka pertumbuhan ekonomi sudah keluar, otomatis angka pertumbuhan industri keluar," jelas Sekretaris Jenderal Departemen Perindustrian Agus Tjahayana di Jakarta, akhir pekan lalu.
Adapun, Departemen Perindustrian memperkirakan pertumbuhan industri pada tahun ini sebesar 2,5-3,4 persen. Rendahnya target pertumbuhan tersebut akibat krisis ekonomi global.
Menteri Perindustrian Fahmi Idris berpendapat ada sejumlah industri yang justru menaikkan produksinya. Alasannya, ada peningkatan konsumsi listrik oleh sejumlah industri akibat adanya diskon tarif listrik daya maks plus. "Karena tarif turun, mereka menaikkan produksi," Fahmi menjelaskan. Contohnya, kata Fahmi, industri makanan dan minuman yang tumbuh 2-3 persen, sepatu naik 10-15 persen, serta perkapalan 5-7 persen.
"Tumbuh beberapa galangan kapal di sekitar Batam, Bintan dan Karimun," kata Fahmi.
Industri petrokimia juga menaikkan produksinya sedikit sampai Oktober-Desember tahun lalu, tapi Fahmi tidak menyebutkan angka kenaikan.
Sedangkan industri yang produksinya stagnan yaitu otomotif dan kulit. Namun Fahmi yakin, industri otomotif masih bisa meningkatkan produksinya. "Mereka mencoba meningkatkan produksinya," ujarnya.
Sementara industri yang menurun produksinya, misalnya baja, karena harga yang turun hingga 50 persen serta kulit. Produksi tekstil juga turun 10-15 persen. "Penurunan pertumbuhan industri tidak terlepas dari masalah krisis global yang menyebabkan penurunan ekspor, ini yang menyebabkan terpukulnya industri manufaktur," tutur Fahmi.
NIEKE INDRIETTA