Menurut Sri Mulyani, PLN menyatakan barang modal konstruksi proyek itu berasal dari Cina. Tapi, seluruh pinjaman valuta asing untuk proyek ini berbentuk dolar AS. Padahal Indonesia memiliki fasilitas pertukaran mata uang dengan Cina atau bilateral Currency Swap arrangement sebesar 100 miliar RMB atau senilai Rp 175 triliun.
Fasilitas kerjasama mata uang yang diteken bulan lalu ini berbeda dengan fasilitas pertukaran cadangan devisa (bilateral currency swap srrangement) karena bisa ditarik langsung untuk perdagangan dan mencairkan ketatnya likuiditas di pasar keuangan.
"Ini menunjukkan ketidakefisienan dalam proses pinjaman Perusahaan Listrik Negara," katanya dalam penandatanganan komitmen pembiayaan Asosiasi Perbankan Daerah dan PT Perusahaan Listrik Negara di kantor Menteri Koordinator Perekonomian, Jumat (24/4).
Komitmen pembiayaan proyek senilai total Rp 4,73 triliun ini mengikutsertakan sindikasi 23 bank pembangunan daerah. Dari jumlah itu, sebesar Rp 2,92 triliun merupakan dana berbentuk dolar AS.
Sri Mulyani berharap Perusahaan Listrik Negara duduk bersama dengan kreditor untuk membicarakan pengalihan pinjaman ke dalam bentuk renmimbi. Pengalihan mata uang pinjaman valuta asing ini, kata dia, bisa mengurangi tekanan yang disebabkan fluktuasi dolar AS. "Ini bisa dan harus dilakukan," ujarnya.
AGOENG WIJAYA