"Diharapkan Australia dan Selandia Baru tidak melihat Indonesia sebagai pasar, tapi juga lokasi untuk melakukan produksi," ujarnya dalam konferensi pers di Kantor Departemen Perdagangan, Jakarta, Rabu (25/2). Meski demikian, Mari mengakui Australia dan Selandia Baru merupakan mitra yang lebih kuat. Hal itu diperlihatkan dari neraca perdagangan antarnegara yang selalu defisit.
Neraca perdagangan nonmigas antara Indonesia dengan Australia pada 2008 hingga Oktober menunjukkan posisi defvisit sebesar US$ 1,6 miliar atau Rp 19,2 triliun. Impor Australia ke Indonesia sebanyak US$ 3,4 miliar atau Rp 40, 8 triliun, sedangkan ekspor nonmigas Indonesia ke Australia baru mencatat nilai US$ 1,8 miliar atau Rp 21,6 triliun.
Dibandingkan pada 2007, impor Australia ke Indonesia meningkat 45 persen dari sebelumnya yakni US$ 2,3 miliar. Hal ini berseberangan dengan nilai ekspor Indonesia yang hanya naik 14 persen dari sebelumnya US$ 1,6 miliar. Neraca perdagangan Indonesia dan Australia mencatat nilai perubahan 108 persen dari sebelumnya minus US$ 778 juta.
Hal serupa terlihat dari neraca perdagangan Indonesia dan Selandia Baru. Pada 2008 hingga Oktober mencapai nilai defisit sebesar US$ 382 juta dengan nilai impor Selandia Baru sebesar US$ 636 juta, sedangkan ekspor nonmigas Indonesia mencatat nilai US$ 255 juta.
Jika dibandingkan dengan 2007, impor Selandia Baru ke Indonesia meningkat 61 persen dari sebelumnya, yakni US$ 396 juta. Nilai ekspor komoditas Indonesia hanya meningkat 20 persen dari sebelumnya US$ 212 juta. Neraca perdagangan Indonesia dan Selandia Baru mencatat nilai perubahan 108 persen dari sebelumnya mengalami defisit US$ 183 juta.
VENNIE MELYANI