Dia menjelaskan, lebih dari 50 persen iklan yang ada didominasi oleh iklan rokok. Selanjutnya iklan disusul oleh produk-produk kecantikan, seperti sabun, shampoo dan sejenisnya. Irfan mengatakan, tekanan kepada industri rokok yang kian marak membuat belanja iklan menurun. Tekanan tersebut antara lain, fatwa haram dari Majelis Ulama Indonesia, protes gencar yang dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat dan lainnya.
Menurut Irfan, meski terjadi penurunan iklan rokok, bisnis periklanan masih tertolong oleh belanja iklan politik. Dia menyarankan, pelaku industri periklanan dapat memanfaatkan media berpromosi di luar iklan. “Yaitu dengan menggunakan unconventional media, seperti membuat konsep-konsep tannggung jawab sosial perusahaan rokok,” katanya.
AHMAD RAFIQ