TEMPO Interaktif, Washington: Departemen Perbendaharaan Amerika Serikat untuk pertama kalinya akan menerbitkan surat utang untuk bank sentral. Dananya akan dipakai untuk membantu menghadapi kebutuhan pinjaman, akibat krisis kredit belakangan ini.
Kantor Departemen Perbendaharaan mengungkapkan, program baru itu tak jauh berbeda dengan langkah pemerintah menjual miliaran dolar AS dalam bentuk surat utang reguler setiap pekan untuk menutup defisit anggaran.
Rencananya, tahap awal lelang surat utang untuk bank sentral ini digelar Rabu kemarin waktu setempat (hari ini waktu Indonesia) senilai US$ 40 miliar, dengan klausul suku bunga tagihan selama 35 hari sebesar 0,3 persen.
Pemerintah juga akan kembali menggelar lelang pada Kamis waktu setempat (Jumat waktu Indonesia) senilai US$ 60 miliar. Pemerintah memperkirakan, dua kali lelang selama dua hari ini akan meraup dana US$ 100 miliar.
Aksi Departemen Perbendaharaan menjual surat utang negara untuk bank sentral ini belum pernah terjadi sebelumnya.
Meski begitu, kantor Departemen menegaskan aksi ini tidak berarti bank sentral kekurangan dana. Upaya ini diyakini sebagai jalan sederhana bagi pemerintah untuk mengendalikan dengan lebih baik kebutuhan pembiayaan.
Upaya ini baru dilakukan hanya sehari setelah bank sentral Amerika melibatkan kewenangannya menyuntik dana US$ 85 miliar untuk menyelamatkan American International Group Inc., perusahaan asuransi terbesar di dunia, dari kebangkrutan.
Seperti diketahui, masalah perekonomian telah memangkas pendapatan pajak dan meningkatkan belanja pemerintahan Presiden George W. Bush. Belanja itu termasuk biaya US$ 168 miliar yang telah dirogoh pemerintah untuk menstimulus perekonomian awal tahun ini.
Defisit anggaran pun langsung membumbung tinggi. Pada akhir 2008, defisit diperkirakan mencapai US$ 400 miliar. Jumlah itu dua kali lipat dari defisit tahun lalu yang mencapai US$ 161,5 miliar.
Belum lagi defisit anggaran 2009 yang bakal dimulai pada Oktober mendatang diperkirakan mencapai tiga kali lipat defisit tahun ini, yakni US$ 482 miliar yang merupakan rekor tertinggi.
Agoeng Wijaya/AP