Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Mengatasi Krisis Energi, Bisnis Tidak Bisa As Usual  

image-gnews
Tempo/Toni Hartawan
Tempo/Toni Hartawan
Iklan
KORAN TEMPO, Jakarta:Krisis energi yang melanda negeri ini diperkirakan masih akan berlangsung beberapa tahun ke depan.

Di tengah persoalan tersebut, pengembangan energi baru dan terbarukan menjadi solusi alternatif. Pemerintah telah mengeluarkan Blue Print Pengelolaan Energi Nasional 2005-2025 yang merupakan penjabaran dari Kebijakan Energi Nasional (Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006).Dalam cetak biru itu, peranan energi baru dan terbarukan ditargetkan meningkat menjadi 4,4 persen pada 2025.

Regulasi yang ada oleh sebagian kalangan dinilai belum cukup untuk mendongkrak minat swasta mengembangkan energi terbarukan seperti biofuel (bahan bakar dari sumber hayati) skala besar.“Belum ada keputusan regulasi yang jelas,” kata Hilmi Panigoro, Ketua Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI, sebuah forum yang terdiri dari swasta, pemerintah, akademisi, dan lembaga riset energi terbarukan.

Selain regulasi, pembuatan biofuel berskala besar masih tersandung dilema, terkait peruntukan lahan. Jika singkong, tebu, atau jagung digunakan untuk membuat etanol harganya akan naik, masyarakat akan komplain.

Walau demikian, Hilmi masih optimistis. Selain lahan di Indonesia masih luas, Presiden Komisaris Medco Energy itu yakin, “Pasti pemerintah tak punya pilihan suatu saat,” ujarnya di kantornya di kawasan Sudirman, Jakarta Selatan, Rabu dua pekan lalu.

Sejak setahun lalu, Hilmi sudah mengembangkan etanol berbasis singkong di Lampung dengan investasi US$ 48 juta. Ia juga melakukan proyek percontohan di Merauke, Papua. Gedung barunya di Sudirman menggunakan listrik 8 megawatt dari etanol dan tenaga surya.

Dalam jadwal yang padat sore itu, lulusan Colorado School of Mines, Amerika Serikat, itu menerima wartawan Tempo Ngarto Februana, Yophiandi, dan fotografer Toni Hartawan di kantornya untuk sebuah wawancara. Berikut petikannya.

Apa yang ingin dicapai METI?

Kami punya common interest, keinginan yang sama, yaitu memaksimalkan pemakaian energi baru dan terbarukan. Kita tahu pemerintah punya rencana jangka panjang, kan, namanya energy mixed.

Ini keputusan presiden (dia menunjukkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 dan persentase pemakaian energi selama 25 tahun). Departemen Energi sudah mempunyai cetak biru. Jadi presiden menginginkan dari kondisi energi hari ini sampai 25 tahun ke depan. Dari sini kita lihat pemerintah ingin sekitar 15 persen seluruh energi terdiri atas nonfosil, ada hidro, geotermal (panas bumi), dan lain-lain.

Nah, yang lain-lain ini, ada biofuel, solar, biomassa, dan nuklir.Untuk membuat ini kan tidak sembarangan. METI ini tugasnya membantu pemerintah, karena terdiri dari perusahaan, swasta, dan masyarakat riset. Kami semua membantu pemerintah supaya itu terjadi.

Sekarang sedang difokuskan paling sedikit tiga: biofuel, mikrohidro, lalu solar dan angin. Kenapa prioritasnya ini? Supaya energi terbarukan bisa dipakai secara skala besar dan sustainable, artinya jangka panjang, dia harus komersial.Kalau tak menguntungkan, atau disubsidi terus, tak akan panjang umurnya. Cost-nya terlalu tinggi.

Dengan perkembangan teknologi, biofuel ini sudah ekonomis. Masalahnya, sekarang orang mulai risk concern, waduh kalau tanah buat biofuel semua, buat makanan mana? Terbukti di Amerika, begitu banyak jagung dibakar jadi etanol, harga jagung jadi naik. Orang Amerika yang mengkonsumsi jagung sebagai makanan jadi komplain, kan.

Di Indonesia kan masih banyak tanah yang bisa dimanfaatkan....

That is the key! Kita mesti cari tanah yang tidak produktif di Indonesia, yang tidak berkompetisi dengan lahan untuk makanan. Makanya jangan di Jawa hahaha. Jawa: semua lahan untuk makanan. Justru ke Indonesia Timur. Itu sebabnya, beberapa perusahaan termasuk Medco Energy, sekarang ke Papua. Yang pertama kami di Sumatera, di Lampung, tahun lalu, kami membangun pabrik etanol skala besar, kapasitas 180 ribu liter per hari. Insya Allah, bulan depan sudah mulai berproduksi, sudah mulai sejak satu setengah tahun lalu dibangun.

Yang pertama ini bahan dasarnya singkong. Makanya harga singkong naik kan, orang komplain juga. Itulah sebabnya kami harus mencari daerah yang bahan dasar buat biofuel ini tidak kompetitif dengan lahan untuk makanan.

Brasil punya persoalan yang sama?

Beda, ya, di sana lahannya luas.Di Brasil itu kan negara yang besar dan hampir seluruhnya tanah.Nggak kayak kita kan, (terdiri dari daratan) dan lautan. Kita juga luas, cuma kan yang paling luas itu adanya di timur, terutama Papua. Papua kan infrastrukturnya masih belum well developed kan; jadi buat pemula akan mahal (biaya pembangunannya). Tapi nggak apa-apa, ini kan kalau buat industri skala besar, dengan mekanis, bukan tradisional, itu akan jadi sangat ekonomis.

Biofuel ini ekonomis....

Kami menilai energi terbarukan yang berbasis biomassa menjadi skala tertinggi, ini karena kami melihatnya ekonomis. Sekarang tinggal bagaimana kami mendorong pemerintah untuk mengeluarkan berbagai regulasi yang menunjang proses biofuel ini. Contohnya, salah satu yang mendorong produksi skala besar kalau pemerintah sudah mengizinkan untuk mencampur Premium dengan etanol. Sekarang sudah ada peraturannya, cuma kan perlu ada juklaknya (petunjuk pelaksanaan), menentukan spec-nya etanol berapa persen, jenisnya. Di Brasil sudah sampai 95 persen (etanol), malah sudah ada yang sampai 100 persen etanol langsung dimasukkan ke dalam mobil. Tapi enginenya dimodifikasi, namanya flexi-car.Di Brasil ini, lebih dari 60 persen mobil ini sudah flexi-car. Artinya, dia bisa pakai 100 persen bahan bakar biasa, Premium atau Premix, bisa juga 95 persen etanol. Di kita (Indonesia), kalau tidak mau mengubah mesin, kita bisa mulai dengan lima sampai sepuluh persen (etanol). Kami, METI, BPPT, LIPI, sudah pernah melakukan roadshow, percobaan dengan etanol 10 persen, jalan ke Bandung, nggak ada masalah.
Kalau kita lihat sekarang, konsumsi 1,4 juta barel per hari. Sebutlah setengahnya buat transportasi, dan setengahnya lagi buat transpor yang pakai Premium itu, kan sudah 300 ribu barel sehari. Kalau sepuluh persennya, paling 30 ribu barel per hari. Hari ini produksinya paling-paling belum sampai 5.000 barel per hari.

Karena tak ada regulasi tadi?

Karena belum ada keputusan regulasi yang jelas. Sekarang ini pemerintah baru membolehkan. Kalau mengharuskan kan lain, harus lima persen etanol, maka tiba-tiba Indonesia membutuhkan produksi sampai 50 ribu barel....

Di Brasil, pemerintah mengharuskan?

Mengharuskan! Itu satu, kedua, kalau sudah diproduksi skala besar, rakyat punya pilihan nih, mau beli bensin mahal atau bensin murah.Tadi kan saya bilang, ongkos produksi etanol kan setengahnya. Misal, kalau orang ke pompa bensin, bensin biasa Rp 10 ribu, etanol Rp 7.000, ya beli yang Rp 7.000, dong, itu mah nggak usah disuruh hahaha.
Kemudian mikrohidro. Di kampung kecil, kan, sungai-sungainya mengalir terus-menerus tapi tidak dimanfaatkan. Kampung kan butuhnya tidak banyak, cuma puluhan ribu watt, jadi bisa dengan mikrohidro. Masalahnya sekarang di teknologi ini adalah perizinan, teknologi, dan harga beli dari PLN yang memungkinkan developer bisa mengembangkan sumber energi sesuai dengan harga keekonomiannya.

Ada masalah perizinan?

Maksudnya begini, untuk bisa masuk ke situ, mesti masuk tender atau bagaimana. Pemerintah harus bisa membuat aturan yang mudah dan ekonomis. Dalam hal ini Departemen ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) dan PLN. Karena listrik publik itu kan yang beli PLN. Mereka harus membuat aturan yang memudahkan orang untuk ikut.Energi solar (matahari) dulu yang jadi masalah buat pabrik adalah membuat solar panel. Ini kan yang mahal. Kuncinya, tax incentive. Seperti di Singapura, sudah membebaskan pajak 15 tahun buat pabrik yang membangun sel surya. Kita sebagai negara yang lebih luas, lebih banyak menerima matahari, seharusnya lebih di depan, dong. Kami sudah ajukan model ini ke pemerintah. Pemerintah tidak kehilangan tax revenue (pendapatan pajak) kok, karena tadinya nggak ada, jadi ada.

Semua ini sudah dibicarakan dengan pemerintah?

Sudah, sudah. Ini visi yang progresif. Ini ada matahari 22 persen, nuklir 2 persen. Tahu berapa itu (energi yang bisa dihasilkan)? Empat ribu megawatt. Ini semua sebelum 2025. Kalau kita mau punya 4.000 megawatt pada 2025, mesti dimulai hari ini. Tapi hari ini, sayangnya, blue print-nya sudah ada, keberanian memutuskan (yang belum ada). Karena keputusan ini (nuklir) kan tidak populer di sini.Padahal teknologi nuklir itu sudah jamak. Prancis itu, 70-80 persen memakai teknologi nuklir. Karena kalau bicara 10-20 tahun ke depan, nggak mungkin lagi kita bergantung pada minyak. Listrik dari minyak saja sekarang belinya 35 sen dolar, jualnya 7 sen (per kwh). Coba berapa nombok-nya? Bangkrut negara.

Pengaturan subsidi sekarang menurut Anda?

Kita bicara kemampuan masyarakat membeli listrik. Kalau mau harga ekonomi, ya rata-rata pemerintah mesti jual 20 sen (per kwh) ke masyarakat. Banyak orang yang nggak bisa bayar listrik.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tapi kalau subsidi dikurangi, kan masyarakat bisa lebih berhemat?

Betul, tapi kan harus gradual. Sekarang kalau Anda sudah membelanjakan 40 persen dari penghasilan Anda buat energi, bensin, dan listrik. Besok naik dua kali lipat, kan 80 persen, kan nggak bisa hidup Anda. Nah, kalau mau menaikkan harga listrik dan energi harus meningkatkan kesejahteraan secara umum. Teorinya begitu. Contoh, di Amerika hari ini, komponen trans portasi dari income mereka empat persen. Kalau tiba-tiba naik dua kali lipat, kan masih delapan persen.

Yang paling siap dengan energi terbarukan...?

Pada akhirnya, yang main ini adalah swasta. Listrik, batu bara, gas, yang menanam pit stock buat biofuel kan ini semua swasta. Nah, supaya bisa berlangsung dengan baik, perlu ada regulasi supaya investasi bisa dilaksanakan dengan return yang menguntungkan. Ini kan harus dijual ke PLN, sekarang harga beli dengan generate cost masih terlalu tinggi. Memang, untuk menghapus subsidi rasanya tidak mungkin, namanya juga negara berkembang. Tapi pemerintah harus menetapkan berapa level subsidi yang bisa ditanggung pemerintah.

Idealnya, berapa harga keekonomian listrik?

Tergantung jenis energinya, misal geotermal, sumber energi yang besar tapi belum optimum dimanfaatkan, sekarang 8 sen dolar (per kwh) sudah ekonomis. Cuma masalahnya, setiap kali pemerintah mau membangun proyek geotermal, pemerintah melakukan tender, orang adu murah di sini. Nah, pas murah, nggak bisa dijalankan karena kemurahan. Seharusnya dalam proses tender harus ada proses prakualifikasi, supaya pemain serius saja yang bisa ikut. Kalau tidak, broker yang dekat pemerintah saja dapat izin tapi tak diapa-apain.Potensi geotermal kita mencapai di atas 20 ribu megawatt. Nah, yang instal baru seribu megawatt. Kalau pemerintah bilang ada insentif buat yang 19 ribu, wah berlomba-lomba tuh orang bikin instalasinya.

Mestinya ada penalti ya....

Mestinya ada, contohnya migas di Libya. Kalau sebuah perusahaan sudah komitmen, membuka investasi 60 juta dolar, dia harus taruh L/C sebesar 60 juta dolar. Kalau tidak dilaksanakan, diambil tuh 60 jutanya oleh pemerintah.Kembali ke METI, kami berusaha sebisa mungkin supaya visi pemerintah 15 persen (minyak) nonfosil bisa terealisasi, dengan identifikasi, apa keperluan swasta, keperluan teknologinya, dan apa yang bisa dilakukan pemerintah.

Berapa persen teknologinya buatan kita?

Saya pikir, sampai hari ini masih dari luar. Amerika Serikat dan Eropa yang punya teknologinya.

METI juga melakukan sosialisasi ke masyarakat soal energi terbarukan ini?

Ya, tentu kami menyosialisasikan, tapi tetap kuncinya di PLN, bisa membeli harga keekonomian, orang nggak usah disuruh pasti mencari yang ekonomis, kok.

Di Indonesia timur, kira-kira berapa persen lahan yang bisa dimanfaatkan untuk biofuel?

Kalau kita bicara produktivitas lahan, hari ini kira-kira setiap seribu barel etanol sehari, lahannya masih luas, perlu 7-8 ribu hektare.

Soal stabilitas di daerah itu bagaimana, seperti konflik yang sering terjadi?

Kan yang penting itu pendekatan, ya. Pendekatan yang salah itu kan Freeport ya, dia tak mendekati masyarakatnya, lalu menimbulkan masalah lingkungan, ya itu yang salah.

Listrik tenaga angin di Bali bagaimana?

Wah, itu mah belum berartilah.

Ini sebagai pilot project saja. (Medco sudah mengembangkan listrik tenaga angin di Bali). Di Indonesia yang anginnya kencang dan kecepatannya konstan memang jarang, tapi bukan berarti nggak ada, lho.
Teknologi angin ini meningkat memang, dengan angin yang rendah pun sudah cukup memutar windfall dengan skala berbeda. Tapi kalau tak dicoba, tak diberi insentif, ya, nggak bisa.

Sepertinya kok susah banget, ya, membuat pemerintah ini mendengar soal mengatasi krisis energi ini?

Tahu nggak apa yang membuat pemerintah takut? (Diam sejenak)...KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Proses tender itu tadi, mereka mau segalanya pakai tender. Kalau nggak, entar dipanggil KPK.
Padahal buat kepentingan umum, kembali ke nomor satu (presiden) lagi, baru berani. Padahal presiden bisa memberi mandat, “Oke buat mengatasi krisis energi, bisnis tidak bisa as usual. Saya memberi you mandat, selama you bisa generate listrik di bawah 8 sen.” Namanya saja krisis. Kalau dihadapi dengan business as usual, ya nggak akan habis krisisnya.

Dilema, ya, krisis semakin nyata di depan mata....

Ya, itulah, yang punya kewenangan membuat terobosan itu pimpinan paling tinggi. Dia yang bisa memberikan kewenangan, mandat kepada bawahannya untuk membuat terobosan. Penyelewengan bisa terjadi, tapi yang penting seharusnya kita keluar dari krisis dulu.

Di luar negeri bagaimana?

Saya tak punya contoh benchmark, tapi kalau soal energi kita ketinggalan dibanding tetangga kita, Thailand, Singapura, Malaysia. Apalagi Eropa, sangat advanced, mendesain struktur insentif, dari supplier, pengguna, sehingga orang yang hidupnya hijau mendapat benefit.

Anda berani membuat produksi di Lampung, di Merauke, sementara belum ada aturan yang menguntungkan....

Karena saya yakin, suatu saat pemerintah Indonesia tidak akan punya pilihan. Kalau sekarang kami siap memproduksi, let’s say 10 ribu barel etanol per hari. Kalau Indonesia belum siap, saya jual ke luar, karena ini sudah jadi komoditas. Makin tinggi harga minyak, makin tinggi harga etanol. Sekarang, harganya (etanol) setengahnya (minyak fosil), karena ongkos produksinya juga setengahnya. ?

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Jazz Aula Barat Gelar Konser Tribute to Arifin Panigoro karena Selalu Dukung Musik Jazz

11 November 2023

Penampilan kelompok ITBJazz di acara konser musik Jazz Aula Barat ITB, Jumat 10 November 2023. Foto: TEMPO| ANWAR SISWADI.
Jazz Aula Barat Gelar Konser Tribute to Arifin Panigoro karena Selalu Dukung Musik Jazz

Jazz Aula Barat memberikan penghargaan kepada orang seperti mendiang Arifin Panigoro yang mendukung musik jazz di Indonesia dengan berbagai cara.


Krisis Listrik Parah, Presiden Afrika Selatan Absen dari Forum Ekonomi Dunia

16 Januari 2023

Cyril Ramaphosa, Presiden Afrika Selatan.[ Deutsche Welle]
Krisis Listrik Parah, Presiden Afrika Selatan Absen dari Forum Ekonomi Dunia

Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa tidak akan menghadiri Forum Ekonomi Dunia (WEF) di Davos. Alasannya?


Pembangkit Batu Bara di Eropa Kerek HBA Awal Oktober jadi USD 330,97 per Ton

4 Oktober 2022

Sejumlah truk pengangkut batu bara melintasi jalan tambang batu bara di Kecamatan Salam Babaris, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan, Rabu, 7 Juli 2021. Kenaikan tersebut dari harga bulan sebelumnya yang berada pada level 100,33 dolar AS (Rp 1.453 juta) per ton. ANTARA/Bayu Pratama S
Pembangkit Batu Bara di Eropa Kerek HBA Awal Oktober jadi USD 330,97 per Ton

Pengoperasian kembali pembangkit batu bara di sebagian negara Eropa turut mengerek permintaan batu bara global.


IPA Berikan Penghargaan Lifetime Achievement kepada Arifin Panigoro

23 September 2022

Pendiri Medco Grup almarhum Bapak Arifin Panigoro menerima penghargaan Lifetime Achievement Award dari Indonesian Petroleum Association di acara 46th  IPA Convention & Exhibition 2002, Kamis, 22 September 2022 di Jakarta. Foto: Istimewa
IPA Berikan Penghargaan Lifetime Achievement kepada Arifin Panigoro

Pendiri Medco Grup almarhum Bapak Arifin Panigoro menerima penghargaan Lifetime Achievement Award dari Indonesian Petroleum Association atau IPA.


Wacana BLU Batu Bara Bakal Picu Krisis Batu Bara PLN Jilid Kedua, Ini Sebabnya

4 Agustus 2022

Timbunan batu bara alias stockpile di pelabuhan yang dikelola PT Karya Citra Nusantara (KCN), Pelabuhan Marunda, Jakarta Utara, Kamis, 31 Maret 2022. TEMPO/Lani Diana
Wacana BLU Batu Bara Bakal Picu Krisis Batu Bara PLN Jilid Kedua, Ini Sebabnya

Pengamat Ekonomi Energi UGM Fahmy Radhi menyatakan meski BLU Batu Bara masih wacana, tapi dampak pasokan batu bara ke PLN sudah mulai terlihat.


Universitas YARSI Beri Piagam Penghargaan kepada Arifin Panigoro

26 Maret 2022

Arifin Panigoro. Dok. TEMPO/Seto Wardhana
Universitas YARSI Beri Piagam Penghargaan kepada Arifin Panigoro

Arifin Panigoro wafat pada Ahad, 27 Februari 2022, pukul 02.29 waktu Rochester Minneapolis, AS.


Terkini Bisnis: Dampak Tes PCR Dihapus ke Penerbangan, Syarat Bebas Karantina

8 Maret 2022

Calon penumpang menggunakan masker saat di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta Tangerang, Banten, Senin, 2 Maret 2020. Pemerintah RI memutuskan memberikan insentif untuk industri pariwisata akibat dampak virus Corona salah satunya dengan menurunkan harga tiket pesawat hingga 50 persen. TEMPO/Tony Hartawan
Terkini Bisnis: Dampak Tes PCR Dihapus ke Penerbangan, Syarat Bebas Karantina

Berita terkini bisnis hingga siang ini dimulai dari dampak penghapusan syarat tes PCR dan Antigen ke industri penerbangan domestik.


Ridwan Kamil Cerita Soal Pesan Terakhir Arifin Panigoro

8 Maret 2022

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil melayat ke rumah duka almarhum Arifin Panigoro di Jalan Madrasah II, Jakarta Selatan, 8 Maret 2022. Istimewa
Ridwan Kamil Cerita Soal Pesan Terakhir Arifin Panigoro

Ridwan Kamil menceritakan bahwa Arifin Panigoro pernah menitipkan pesan kepadanya terkait kebijakan terbaik dalam bidang kesehatan. Apa isi pesan itu?


Jokowi Takziah ke Rumah Duka Arifin Panigoro

8 Maret 2022

Arifin Panigoro. Dok. TEMPO/Seto Wardhana
Jokowi Takziah ke Rumah Duka Arifin Panigoro

Presiden Jokowi bertakziah ke rumah duka almarhum Arifin Panigoro di Cilandak Timur, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.


Terkini Bisnis: Rencana Pemakaman Arifin Panigoro, Harga Emas Antam Rp 1 Juta

5 Maret 2022

Karangan bunga ucapan duka cita di halaman rumah duka almarhum Arifin Panigoro di Griya Jenggala, Jakarta, Senin, 28 Februari 2022. Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Arifin Panigoro meninggal dunia di Amerika Serikat pada Minggu waktu setempat karena sakit. ANTARA/Hafidz Mubarak A
Terkini Bisnis: Rencana Pemakaman Arifin Panigoro, Harga Emas Antam Rp 1 Juta

Berita terkini bisnis hingga siang ini dimulai dari rencana kedatangan jenazah pendiri Medco Energi Arifin Panigoro di Indonesia.