Edwin menjelaskan, dana sebesar itu diperoleh dari aset non core PT Dirgantara yang nilainya US $ 51 juta. Karena restrukturisasi ini membutuhkan waktu dua tahun, maka PT Dirgantara akan meminta dana talangan itu ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional. "Pelunasannya secara bertahap selama dua tahun itu," katanya.
Menurut Edwin, dana talangan itu sudah termasuk dana untuk mpemutusan hubungan kerja sekitar 6 ribu karyawan Dirgantara. Tetapi, ia menolak menyebutkan angka persisnya khusus PHK dengan alasan masih menghitungnya. "Ini soal sensitif, saya tidak mau mengira-ngira," katanya. Tapi, kata Edwin, permintaan dana talangan ini harus disetujui dulu oleh pemerintah. Rencananya, soal ini akan diputuskan melalui rapat kabinet pekan depan.
Dalam audit tahap ketiga tahun ini sejak 1998 sampai 2003, PT Dirgantara mengalami kerugian Rp 7,25 triliun. sedangkan kerugian potensial setiap tahunnya sekitar 1,9 trilyun.
Meski begitu, menurut Edwin, sejak terjadinya perumahan 6 ribu karyawan PT Dirgantara, perusahaan itu bisa menghemat biaya produksi hingga Rp 15-20 miliar per bulan dari sebelumnya Rp 36 milyar per bulan. Sejak perumahan karyawan itu pula, produktivitas PT Dirgantara meningkat dari 31 persen menjadi 80 persen. "Jika tetap dipertahankan, 2004 akan tumbuh lagi," katanya.
Tahun depan, PT Dirgantara juga mengubah misi dari sebelumnya sebagai agen teknologi kini menjadi perusahaan komersial yang mencari keuntungan. Misi ini sudah seharusnya diubah mengingat pasar esawat terbang terus menurun yang berakibat bangkrutnya perusahaan negara ini. Edwin juga mengatakan pihaknya akan menggabungkan dan menghilangkan 28 unit usaha hanya menjadi 4 unit usaha saja. 24 unit sisanya dilebur, digabung, dan menjadi anak perusahaan.
Bagja Hidayat - Tempo News Room