Saat ini pemerintah tengah melakukan seleksi untuk menentukan penasehat hukum dan keuangan privatisasi unit usaha di bawah PT Angkasa Pura I tersebut.
Menurut Deputi bidang Usaha Logistik dan Pariwisata Kementrian BUMN Ferdinand Nainggolan, privatisasi akan dilakukan dalam satu paket. “Kalau dipisah, sulit untuk menjual Selaparang,” katanya kepada wartawan usai rapat dengan Komisi Perdagangan dan Perindustrian DPR di Jakarta, Rabu (17/9).
Pola privatisasi yang dipergunakan, kata Ferdinand, adalah dengan mengundang mitra strategis untuk menanamkan modalnya. Nantinya, kepada mitra tersebut akan diberikan konsesi selama paling tidak 30 tahun. Konsesi ini, ujarnya, dapat dikonversikan menjadi kepemilikan saham. “Tidak akan lebih dari 50 persen porsi kepemilikannya,” kata Ferdinand.
Namun Ferdinand mengatakan, privatisasi ini hanya menyangkut usaha yang tidak berkaitan langsung dengan penerbangan (non-aeronautika) seperti misalnya hak untuk memanfaatkan properti yang ada di sekitar bandara. Pasalnya, berdasarkan undang-undang kebandarudaraan, wewenang pengelolaan usaha aeronautika seperti Air Traffic System (ATS) ditangani oleh pemerintah.
Hal ini menurut Ferdinand mungkin memang akan mempengaruhi minat investor terhadap dua bandara tersebut. Pasalnya selama ini sekitar 80 persen pendapatan dari pengelola bandara bersumber dari jasa aeronautika. “Kita akan genjot pendapatan non-aeronautika,” katanya.
Direktur Utama PT Angkasa Pura I Gatot Pudjo Martono mengatakan saat ini pihaknya terngah melakukan sosialisasi ke pemerintah daerah Provinsi Bali dan Nusa Tenggara Barat berkaitan dengan rencana ini. Selain itu, bersama-sama dengan Departemen Perhubungan, Angkasa Pura juga tengah membahas penentuan klasifikasi bisnis aeronautika dan yang non aeronautika.
Awalnya, kata Gatot, yang akan diprivatisasi hanyalah bandara Ngurah Rai. Namun karena perusahaan membutuhkan dana untuk mengembangkan bandara Selaparang, maka bandara ini diikutkan menjadi satu paket. Menurutnya, Angkasa Pura berniat memindahkan bandara Selaparang dari Mataram ke Lombok Tengah. “Tapi tidak punya biaya,” katanya.
sapto pradityo/TNR