Indonesia makin tergantung dari utang luar negeri. Tahun 2004 mendatang, jumlah pinjaman luar negeri Indonesia diperkirakan kian membumbung karena beberapa proyek akan disetujui pada tahun tersebut. Kenaikan itu terjadi karena pemerintah perlu menutup financial gap akibat berakhirnya bantuan dari Dana Moneter Internasional (IMF) akhir tahun 2003.
Demikian salah satu isi dari Dokumen Rencana Pembangunan Tahunan (Repeta) Tahun 2004 yang diperoleh Tempo News Room. Dokumen yang merupakan Repeta tarakhir dari Program Pembangunan Nasional (Propenas) 200-2004 ini juga telah disetujui oleh Panitia Anggaran, Selasa (17/6) pekan lalu. Menurut dokumen ini, posisi pinjaman luar negeri pemerintah pada Desember 2002 sebesar US$ 74,1 miliar. Angka ini lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu US$ 69,4 miliar. Peningkatan jumlah utang tahun lalu disebabkan sejumlah proyek yang diajukan tahun 2001 baru disepakati setahun kemudian, sehingga semua proyek dimasukkan ke dalam anggaran berikutnya (carry over). Tetapi Repeta tersebut tidak memuat penjelasan mengenai posisi hutang Indonesia tahun ini dan berapa besarnya hutang Indonesia tahun depan.
Menurut Repeta 2004, ada sembilan kegiatan pokok program pengelolaan utang pemerintah, baik luar maupun dalam negeri. Pertama, melanjutkan upaya untuk meningkatkan kinerja pemanfaatan utang luar negeri pemerintah, termasuk upaya pencepatan pinjaman proyek dan program melalui peningkatan kualitas kebijakan.
Selain itu pemerintah perlu meningkatkan kualitas komunikasi interdep dan negoisasi dengan lenders atau peminjam, transparansi penggunaan pinjaman, serta menyusun sistem penetapan skala prioritas terhadap proyek-proyek yang layak dan pantas dibiayai dengan pinjaman luar negeri. Kedua, menetapkan racangan undang-undang pinjaman dan hibah luar negeri.
Ketiga, menyusun dan menerapkan rancangan peraturan pemerintah tentang tata cara penerusan pinjaman luar negeri kepada pemerintah daerah. Keempat, mengembangkan kerangka hukum dan kelembagaan yang dibutuhkan bagi berkembangnya pasar surat utang yang likuid, efisien dan transparan untuk memfasilitasi pembiayaan kembali surat utang negara yang jatuh tempo.
Kelima, melakukan upaya pengurangan beban utang luar negeri. Antara lain dengan melakukan negoisasi secara bilateral melalui forum CGI dan memanfaatkan mekanisme konversi utang (debt conversion). Keenam, mengembangkan berbagai langkah terobosan alternatif pendanaan pembangunan dari dalam negeri. Caranya, salah satunya pencegahan pencurian kayu.
Ketujuh, meningkatkan kemampuan manajemen utang dalam dan luar negeri, termasuk restrukturisasi portofolio utang dan pengembangan sisitem koordinasi kerja unit pengelolaan utang. Kedelapan, melanjutkan penanganan hukum terhadap debitur dan eks pemegang saham bank yang tidak kooperatif dalam rangka peningkatan tingkat pengembalian utang negara.
Kesembilan, meningkatkan infrastruktur dan kelembagaan yang dibutuhkan bagi peningkatan kapasitas pemerintah dalam menyelenggarakan pengelolaan surat utang negara.
(Kurniawan-TNR)