Mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup pada kabinet Gus Dur, Sonny Keraf bersama jaringan organisasi non pemerintah (ornop) yang terdiri dari WWF Indonesia, Walhi, Yayasan Kehati, Yayasan Pelangi, Forest Watch Indonesia, Jaring Pela, menyatakan dengan tegas penolakannya terhadap rencana pertambangan di daerah hutan lindung.
"Apakah benefitnya dapat mengkalkulasi kerusakan lingkungan," ujar Sonny dalam konfrensi pers di kantor WALHI jakarta, Senin (23/6). Jika dipaksakan, lanjutnya, bencana Elino, banjir, tanah longsor yang terjadi akan semakin parah dan hal itu bukanlah bencana alam karena disebabkan oleh kesalahan pengambil keputusan.
Saat ini pemerintah sedang menggodok perijinan 22 perusahaan penambangan yang akan melakukan penambangan di daerah hutan lindung. Dari 22 perusahaan penambangan, Menteri energi dan Pertambangan sudah memberi ijin 15 perusahaan diantara PT Freeport Indonesia Papua, PT Newmont Nusa Tenggara, PT Aneka Tambang, PT Citra PAlu Minerals, PT Gag Nickel.
Saat ini DPR dan pamerintah masih melakukan kajian mengenai masalah ini. Untuk itu, Longgena Ginting, Direktur Eksekutif WALHI, mengatakan bahwa saat ini merupakan kesempatan berharga bagi para anggota DPR untuk membuktikan kepada publik bahwa mereka peduli lingkungan sebelum menghadapi Pemilu 2004.
Sonny Keraf mengungkapkan bahwa saat ini di kabinet Megawati hanya menteri Kehutanan Prakosa sendiri yang jelas-jelas monolak pertambangan di kawasan hutan lindung. Sedangkan Komisi VIII, menurut Sonny, memberi sinyal untuk menolak juga. "Kalau saya Menteri LH akan senag karena Prakosa sebagai pengambil keputusan mendukung saya," ujar Sonny.
Menurut Sonny, jika DPR tidak memberikan ijin maka kecil kemungkinan pemerintah akan melanjutkan pemerintah akan jalan terus. Selain itu dalam Undang-Undang no 41 tahun 1999 tentang kehutanan, lanjtu Sonny, jelas dikatakan bahwa konservasi terhadap Hutan Lindung dilarang. "Jika pemerintah sampai memberikan ijin, berarti melanggar peraturannya sendiri," tambahnya.
Jika ijin pertambangan itu sampai diloloskan berarti akan merusak hutan lindung seluas 11,4 juta hektar, padahal tanpa pertambangan hutan di Indonesia sudah rusak sekitar 2,4 juta hektar setiap tahunnya akibat penebangan liar, perambahan hutan sampai kebakaran hutan.
Selain masalah pembukaan lahan hutan lindung sebagai pertambangan, masalah pasca pertambangan juga menjadi masalah karena sampai saat ini, secara realitas pasca pertambangan tidak serius dilakukan pemulihan lingkungan. Sampai saat ini tidak ada tehnologi pertambangan yang mampu melindungi lingkungan," kata Nina Dwisasanti, dari Jari Pela.
Sonny menambahkan, bahwa pemerintah tidak usah takut untuk membatalkan kontrak kerja yang sudah ditanda tangani dengan perusahaan-perusahaan penambangan asing, karena dalam kontrak kerja tertera harus mematuhi hukum yang berlaku di Indonesia. "Pemerintah negara-negara yang peduli dengan hutan Indonesia pasti akan mendukung," ujar Sonny.
Untuk itu, Sonny mengharapkan agar masyaratakat bersama-sama dengan ornop terus mendesak DPR dan pemerintah untu menolak pertambangan di daerah hutan lindung. "Sekarang kita sedang melakukan hearing dengan DPR," ujar Ginting.
(Priandono Kusumo-TNR)